PART 34
He's probably busy on Monday
Tuesday seems too soon, don't you think?
Wednesday feels kind of awkward
I don't like Thursday for some reason
This Friday, how is this Friday?
It's too hard to wait till the weekend
Time, please go faster, I want to rush the clock
(Friday - IU)
***
GIA
Waktu bener-bener berlalu dengan sangat cepat. Rasanya baru aja kemarin gue masuk SMA Gemilang ini dan hari ini, gue malah akan dinyatakan keluar dari sini sebentar lagi. Bukan di DO tapi ini adalah hari special, yaitu hari wisuda gue, satu angkatan. Bagi para cewek khususnya, wisuda itu hari terberat karena harus bangun sebelum matahari terbit dan mandi dengan air dingin kemudian dipakaikan make-up, ribet banget kan!
Tapi bukan itu yang bikin gue sekarang, melainkan kekita kaki gue melangkah memasuki gerbang sekolah lengkap dengan kebaya seolah ada alarm yang mengingatkan gue kalau ini adalah hari terakhir gue disini, yang artinya sebentar lagi gue akan berpisah dengan mereka, temen-temen terbaik gue.
Mendadak dada gue makin sesak ketika di kursi depan gue ketika ada banyak siswa lain yang memakai jas, tapi mata gue hanya bisa mengenali salah dua di antara punggung mereka, yaitu Satga dan Abel. Mungkin ini juga akan menjadi hari terakhir gue bertemu mereka. Jujur gue gak tahu kemana mereka berdua melanjutkan pendidikan setelah ini. Gue gak tahu apakah Abel akan meneruskan karirnya sebagai gitaris atau ke kampus. Begitu juga dengan Sarga, gue sama sekali gak pernah tanya tentang hasil pendaftaran beasiswa dia di NUS tahun ini, gue hanya memberi support seadanya.
Kadang gue merasa gak adil, di saat gue susah mereka selalu ada buat gue, tapi di saat gue seharusnya mendukung mereka gue seolah enggan melakukannya. Bukan, gue mau sebenernya asalkan mimpi mereka berada di tempat yang sama dengan gue. Karena di saat mimpi mereka berada di tempat dimana gue gak akan ada di sana, gue gak rela melespakan kepergian mereka. Sekali lagi, gue gak pernah suka yang namanya perpisahan.
"Cantik amat, cewek!" Nara yang gak tahu kapan datangnya tiba-tiba udah duduk di sebelah gue. "Jangan sedih lah, masak mau jadi juara lo sedih!"
Apa wajah gue seketara itu sampai tanpa berkata apapun Nara bisa menebaknya?
"Kita gak bakalan pisah kan?" Gue juga gak tahu kenapa nada gue mellow banget seolah gue gak akan ketemu Nara lagi setelah ini.
"Yaelah, Gi kalimat lo udah kayak mau berpisah karena maut aja, gue masih bisa main ke rumah lo dan lo juga masih bisa ke rumah gue kan santai aja kali!"
Bener juga kata Nara, mungkin sikap gue terlalu berlebihan hari ini. Dan di saat gue berharap salah satu dari mereka yang ada di depan gue membalikkan kepalanya hanya untuk menoleh ke arah gue ternyata benar, ada salah satu dari mereka yang menoleh dan melempar senyum samar ke arah gue.
Selanjutnya prosesi wisuda dimulai. Mulai dari pembukaan sampai acara inti semua berjalan lancar sampai kemudian tibalah saat paling mendebarkan untuk gue. "Ra, gue takut," gue langsung menggenggam tangan Nara erat dan Nara mengelus-elus punggung tangan gue untuk menyalurkan ketenangan.