Napas yang terengah-engah, pikiran yang tak terkendali. Dengan kondisi seperti ini aku dan Reyhan telah berhasil keluar dari gudang.
"Gina, Kevin ada di mana?"
Seketika Reyhan berhenti berlari dan menompang tubuhnya pada kedua tangan yang ia taruh di siku kaki. Aku dan Reyhan baru sadar bahwa kami telah pergi tanpa Kevin.
"Lah, iya. Kok dia gak ada, sih?" cemasku sambil memutar balik badan ke arah belakang.
"Rey, kita harus balik lagi untuk cari Kevin!" tanpa berpikir panjang aku mengajak Reyhan kembali ke gudang untuk mencari Kevin.
"Gina! Kamu bodoh, ya? Di sana itu bahaya!" tolak Reyhan.
Yang pasti ucapanya itu telah membuatku kesal.
"Rey, Kevin dalam bahaya dia masih ada di sana. Kita gak bisa pergi dari sini tanpa Kevin. Ingat! Kita datang ke sini bertiga dan keluar juga harus bertiga, dong!" kekehku.
"T-tapi, Gin ...."
"Kamu gak mau masuk dan cari Kevin? Oke, gak papa, biar aku sendiri!"
"Lagian sekarang bukan waktunya untuk berdebat, Rey!" tegasku.
"Oke, aku ikut. Tapi ingat ya, kita jangan berpencar!" jawabnya sambil melontarkan usulan.
"Ya udah, ayo!" aku menarik tangan kanan Reyhan dan mengajaknya kembali masuk ke gudang.
"Kevin!"
"Kevin!"
"Kevin!"
Aku dan Reyhan tak henti-henti berteriak memanggil Kevin.