Uh, istri saya marah-marah. Marah karena saya pulangnya larut malam. Sudah ini pulangnya malam, eh HP ditelepon tidak aktif juga! Hari sudah jam satu malam. Jam satu lebih delapan menit. Apa? Sudah malam? Ini mah sudah pagi, tahu! Ini bisa diartikan sama dengan sehari tidak pulang!
Itu istri saya belum tidur. Sedang duduk nonton teve. Di dalam hatinya, mungkin dia berkata, Dari mana saja sih? Percuma bawa HP. Telepon kek ke rumah. Jangan bikin orang rumah pada cemas!
”Tadi sudah jam delapan pulang, Bu!” kata saya. Itu jelas susunan kalimat yang kacau. Ya, saya tahu, tapi biarlah, yang penting dia mengerti. Pelan-pelan saya duduk, duduk manis di sampingnya. Duduk di sofa yang ada di ruang tengah itu.
”Dari mana?” dia tanya dalam duduknya.
”Indosiar, Bu?” itu saya balik nanya. Tanya channel teve yang sedang ditontonnya.
”Dari mana!?” dia mengulang pertanyaannya sebab tak puas mendapat jawab.
”Oh, tadi, Ayah sudah pulang jam delapan, Bu.”
Diam dia. Sesungguhnya saya bisa merasa, situasi sedang berangsur jadi gawat. Tapi, saya harus tetap bicara. Lâ haula wa lâ kuwwata illâ billâh.
”Terus, pas di daerah Kircon. Kircon itu Kiaracondong, Bu!”
”Iya!” dia bilang begitu dengan matanya tetap memandang teve.
”Ayah dicegat monster!”
”Kamu mabuk ya?” dia berkata begitu setelah ada diamnya dulu selama sekian detik. Berkata dengan tetap memandang ke arah teve. Ah, si Suribu ini, masa’ Haji mabuk, ada juga haji mabrur!
”Duh, gimana perempuan lain nih!” kata saya seraya melepas kaos kaki.
”Perempuan lain apa?” dia bertanya memandang saya.
”Iya, gimana perempuan lain, istri sendiri aja gak percaya!” kata saya bersamaan dengan kaos kaki berhasil saya lepas.
”Percaya apa?” katanya sambil kembali memandang teve.
Dokumen rahasia yang ditemukan di Jalan Kiaracondong
”Yang dicegat monster tadi, Ibuuu!”
Diam dia. Saya bicara lagi.
”Beneran, Ibu. Tadi itu jam delapan pas, Ayah sudah di jalan pulang, di daerah Kircon. Ayah dicegat monster, Bu. Ibu diem dulu deh, ya. Dengerin dulu.”
Heh? Beneran, dia diam.
”Monsternya banyak, Bu. Teriak-teriak gitu. Mana suami setia! Tangkap semua suami setia yang ada di muka bumi. Jangan pernah ada. Jangan disisain! Apa coba?”
”Ah!”
”Ibuuu, ih, Ayah mau ditangkeeep!”
Diam lagi dia.
”Mereka pasti tahu mana suami setia, mana yang enggak. Habisnya cuma Ayah yang mau ditangkep. Bener-bener Monster aneh. Orang lain yang sama lewat kok enggak ditangkep. Mana monsternya banyak gitu. Bergerak semua. Bergerak maju, pada membungkuk. Mau nangkap Ayah, Ibu!”
”Ketawa jangan?”
”Si Ibu mah, yaaa jangan laaa! Orang lagi panik kok diketawain. Giginya panjang-panjang, Bu. Matanya merah-merah. Ada busa di mulutnya!”
Diam dia.
”Ayah tadinya mau balik lagi,” kata saya lagi, ”Eh, Bu, udah yang tadi aja!” saya sedikit teriak untuk mencegah istri memindah channel teve meskipun sebenarnya tak jelas bagi saya tadi itu acara apa yang sedang ditontonnya.
”Iklan!”
”Oooh. Iya, itu ... tadinya Ayah mau balik ke kantor. Tapi Ayah mikir, wah kalau balik lagi ke kantor, si Ibu pasti marah. Jadi Ayah pikir mendingan Ayah lawan aja!”
Diam dia.
”Ayah lebih takut sama Ibu, Bu, daripada sama monster!”
Diam dia. Tangannya mulai pindah-pindah channel dengan cara sembarang.
”Terus, Ayah keluar dari mobil, nantang mereka. Monster-monster itu jadi panas dan mau nyerang!”