Dua Dunia Fiksi

Dreamerity
Chapter #3

3. A Boy Who Became Antagonist

NICHOLE membalas lambaian tangan itu ketika Althea berlari kecil ke toko bunganya. Setelah Althea menghilang, Nichole pun menghela napas dengan pandangan tertunduk. Hari yang panjang dengan kesibukan sekolah yang lumayan berat. Di hukum menghormati sang merah-putih sampai kakinya pegal dan kepala pening, juga kehausan yang tiada tara. Beruntung Althea datang dan dengan baik hati membelikannya air mineral. Kalau tidak, dia mungkin akan jatuh pingsan karena dehidrasi.

"Hai, Nichole."

Nichole memejamkan matanya kuat-kuat. Di sore jam empat yang indah. Di tengah golden hour—di mana langit sore tampak amat cerah dengan cahaya matahari yang menyilau hangat keemasan, juga bayang-bayang cafe, pertokoan, rumah-rumah dengan pepohonan yang didesain melereng di sebelah kanannya, membuat suasana yang di sekeliling tampak sejuk.

Ah, tidak. Suasana sejuk ini mendadak luntur berkat orang yang tiba-tiba muncul dengan sepeda oranye-nya. "Nichole, mau ku bonceng? Sepedaku ada tempat duduknya, loh."

Nichole tidak berhenti. Dia malah terus berjalan.

"Rumahmu di mana? Kalau kamu ku bonceng, ku antar sampai rumah, deh." Lagi-lagi, lelaki itu menawarkan. Tampak tidak menyerah, padahal, Nichole sudah bersikap dingin. Tidak menoleh sama sekali padanya, dan malah memutuskan untuk mempercepat jalannya.

Lelaki itu bisa melihat bagaimana alis Nichole mengernyit meski hanya sekilas. Dia sadar, mungkin Nichole tampak terganggu dengan kehadirannya.

"Nichole." Lelaki itu memanggil lagi. Sepedanya dia kayuh perlahan, menyamakan ritme lajunya dengan langkah kaki Nichole. "Aku mau ngomong sesuatu."

Nggak mau dengar.

Nichole jelas tidak akan menjawab pertanyaan lelaki itu meski dia sudah mengucapkannya dalam hati. Kalau secara langsung? Tidak, terima kasih. Nichole tidak ingin membuang waktu dan tenaganya untuk orang yang dia benci.

Lelaki itu mendengkus. Dengan cepat, dia pun melajukan sepedanya. Keluar dari jalur sepeda dan berhenti di atas jalan trotoar. Nichole langsung berhenti melangkah. Pandangannya sekarang bertemu tatap dengan lelaki itu.

Lelaki itu memblokade langkahnya. Hanya demi melihat wajah Nichole.

"Nichole, aku minta maaf!" ucapnya, dengan pandangan serius. Nichole pun tidak kalah serius. Langkahnya terhalang, dan dia benar-benar ingin cepat pulang. "Kamu pasti marah banget sama aku, 'kan? Sampai kamu masukin aku ke Webtoon Kwikku dan jadiin aku antagonis."

Nichole lagi-lagi terdiam. Kali ini diam yang lain. Matanya membesar dengan pupil berkedut yang begitu kentara. Lelaki itu ... tahu dari mana?

Memang benar, Nichole menjadikannya antagonis di Webtoon yang dia publikasikan di salah satu platform lokal, tetapi, dia tidak mengira kalau lelaki ini akan tahu.

Sebagai seorang Webtooniest, Nichole tidak memakai nama aslinya karena privasi. Bersembunyi dalam penname BlueLake sudah menjadi keputusan terbaik. Namun, bagaimana bisa? Bagaimana lelaki ini tahu kalau Nichole yang menggambar Webtoon itu? Webtoon dengan judul Apocalypse Red. Webtoon thriller yang sengaja dia garap untuk mencurahkan semua kekesalan dan kesedihannya. Sekaligus 'menyiksa' orang yang pernah menyakitinya.

"Aku tahu, soalnya antagonisnya mirip aku. Dimulai dari fisik, kelakuannya, bahkan sifat-sifat negatif dia aku banget. Namanya juga bahkan sama." Lelaki itu menjelaskan panjang lebar. Nichole membuka mulut. "Jangan mengelak!" Lelaki itu melanjutkan. Nichole mendecih sambil melirik ke arah lain. Tahu saja kalau dia hendak mengelak.

"Nichole ...."

"Aku bakal hapus kamu dari Webtoon." Nichole memotong ucapannya ketika lelaki itu berbicara. Nichole berpikir, mungkin lelaki berambut dreadlock ini hendak mengajaknya bernegosiasi perihal penghapusan karakter—dirinya versi Webtoon. Kalau iya, Nichole ogah.

"Dengan syarat, aku akan bunuh kamu dengan siksaan yang pelan dan pasti. Yang tentunya akan menyakitkan jika kamu baca episode selanjutnya." Nichole melanjutkan dengan santai dan datar. Meski sebenarnya dalam hati mencoba menahan emosi, juga tangannya yang bergetar pelan karena dia menahannya untuk tidak menonjok lelaki itu di muka umum.

Lihat selengkapnya