Dua Dunia Fiksi

Dreamerity
Chapter #7

7. A Boy Who Really Wanted to Apologize

SABTU ini, klub perpustakaan berbondong-bondong pergi ke acara Buka Gudang Agramedia, toko buku terbesar di Kota Yohans, dengan rompi hitam yang dipadukan dengan baju bebas nan sopan yang mereka kenakan. Jalanan yang mestinya tidak terlalu padat, mendadak padat oleh beberapa kendaraan bermotor dan sepeda. Belum lagi polisi lalu lintas berseragam hijau yang mengatur jalan yang membuat beberapa pengendara sepeda motor jadi enggan melewatinya karena tidak memakai helm dan tidak membawa surat-surat lengkap.

Klub perpustakaan yang saat itu berhenti di sisi jalan, sontak menyebrang bersamaan dengan dibantu petugas berseragam hijau. Kaki-kaki mereka pun akhirnya mendarat di sebelah kanan jalanan Yohans yang padat. Kiano menoleh ke sana-sini, bingung. "Loh, bukannya di sebelah sini lapangan bola, ya? 'kan kita tinggal jalan lurus, kenapa mesti nyebrang?"

"Kamu nggak lihat di feeds IG, 'kah?" tanya Selly, datar. Althea selaku orang yang sedari tadi bersamanya hanya melihat sekeliling. Tidak bergabung dalam perdebatan kecil Selly dan Kiano.

Althea melihat betapa ramainya Yohans Utara bagian pusat perbelanjaan oleh para pengunjung. Terdapat banyak gedung-gedung tinggi di sini. Mal, kafe, dan beberapa restoran yang biasa menyajikan ikan-ikan segar dari danau. Danau Yohans sendiri berada di sebelah kanan, tepat di depan pusat perbelanjaan dengan jalanan lebar dua lajur yang membelah.

Pandangan Althea mengarah ke sebelah kiri, ke arah yang lumayan jauh. Di kejauhan sana terdapat gedung lima lantai dengan papan tulisan masif, 'Agramedia'. Halaman depan yang biasa dijadikan tempat parkir sekarang berubah menjadi panggung dengan para manusia dari segala usia yang sedang berdiri berdempetan. Seperti seekor semut yang berkumpul di satu titik. Ada Pria botak berbadan gempal berpakaian rapi di atas panggung itu. Dia berbicara dengan mic sambil mempresentasikan sebuah vending machine yang berisi beberapa buah helm sepeda.

Dia tidak sendirian. Dia bersama seorang teknisi berseragam biru dan MCMaster of Ceremony—pria berbaju semi formal warna hitam dan abu-abu.

Althea kenal pria botak berbadan gempal itu. Dia bahkan berseru, "Wali Kota Salaman Arrasyid!"

"Oh, jadi, lapangannya dipake Pak Aman, toh?" Kiano berkata sambil menggaruk kepalanya. Pandangannya mengarah ke tempat yang Althea tatap. Dia juga baru tahu. Selly juga turut menatap ke arah yang teman-temannya tuju.

Beberapa orang yang ada di jalan trotoar, beberapa pengendara, dan beberapa penjual jajanan kaki lima yang berjejer di bagian luar gedung Agramedia, serta pembelinya pun menoleh ke arah panggung, ke Wali Kota Yohans. Salaman Arrasyid atau warga biasa memanggilnya Pak Aman, kali ini sedang memeragakan vending machine yang baru saja dipresentasikannya.

Pak Aman pun memasukan sebuah koin ke dalam mesin itu, sampai mesinnya bergetar. Lalu setelah itu, helm sepeda pun keluar dari mesin bagian bawah. Pak Aman mengambilnya, lantas menunjukkan helmnya pada warga Yohans. Warga Yohans serentak bertepuk tangan dengan senyuman yang terpatri. Beberapa ada yang bersorak, beberapa ada yang bersiul dengan amat seru.

Perjalanan klub perpustakaan jadi terhenti karena presentasinya, dan serempak, mereka pun juga ikut bertepuk tangan. "Oh iya, aku baru ingat. Hari ini beliau dan tim teknisi mesin akan merilis vending machine khusus helm sepeda." Agatha, si gadis bertubuh gempal itu tiba-tiba saja muncul di samping Selly. "Siapapun yang beli helmnya hari ini, akan dihargai lima ratus rupiah, cuma hari ini!" lanjutnya.

Ucapannya sontak membuat Althea dan Kiano terkejut. Keduanya bahkan berseru, "SERIUS?"

Agatha mengangguk. Kiano langsung mengodok saku celananya, berharap ada koin lima ratus rupiah di sakunya. Althea juga langsung membuka dompet koinnya mencari-cari uang receh.

Selly memutar bola matanya. Pikirnya, apa yang dilakukan dua temannya ini akan sia-sia. Yah, bagaimana tidak? Althea dan Kiano 'kan, tidak punya sepeda.

"Agatha! Althea! Kiano! Selly!" Adinata, si ketua klub perpustakaan memanggil mereka, dan keempat orang ini baru sadar bahwa mereka telah ditinggal oleh anggota klub perpustakaan yang lain.

Mereka melihat ke depan, sedikit ke sebelah kanan, Adinata melambaikan kedua tangannya. Di sebelah kanan lelaki itu adalah jalan masuk menuju acara buka gudang. Dengan pohon palsu berpot setinggi dirinya yang menjadi interior pintu masuk. Beberapa pengunjung ada yang masuk ke dalamnya. Melewati Adinata begitu saja.

Sontak saja Althea, Agatha, Selly, dan Kiano langsung berlari ke arah si ketua. Beberapa di antara mereka ada yang nyengir. Kiano dan Althea yang nyengir.

"Sip, yuk, masuk." Adinata langsung mengajak begitu keempat orang ini sudah ada di dekatnya. Keempatnya pun masuk ke acara buka gudang.

Begitu masuk, kaki keempatnya di sambut rumput lembab lapangan sepak bola. Lapangan sepak bola yang terletak di sisi danau—lengkap dengan pagar besi tinggi menjulang di sekelilingnya—ini di sulap jadi acara buka gudang dengan tenda-tenda oranye besar yang menaungi beberapa meja dengan bertumpuk-tumpuk buku dan para pengunjung yang berlalu-lalang juga yang sedang memilah-milah buku.

Lihat selengkapnya