“Pasti kamu sudah pesan kopi lagi, kan?” suara Dina terdengar tenang saat ia melangkah ke kantin kantor, mendapati Re sudah duduk santai di sudut favorit mereka.
Re menoleh, tersenyum lebar, mengangkat cangkir kopinya sedikit sebagai tanda pengakuan. “Tentu saja. Kamu tahu aku nggak bisa memulai siang tanpa kopi. Sudah pesan makan?”
Dina hanya menggelengkan kepala. Ia duduk dengan anggun di kursi di seberang Re, memeriksa menu sebentar sebelum akhirnya memilih nasi goreng, menu favoritnya saat perutnya sedang kosong. Suasana kantin ramai seperti biasa, penuh dengan karyawan yang memanfaatkan waktu istirahat siang untuk sejenak mengisi energi dan bercanda ringan dengan teman kerja.
Re, dengan gaya santainya, selalu berhasil menemukan celah untuk bersantai di tengah kesibukan kantor. Jika Dina adalah sosok yang selalu tegang dengan jadwal dan pekerjaan, Re justru terlihat lebih fleksibel. Ia tipe yang percaya bahwa efisiensi tidak selalu berarti bekerja tanpa henti, tetapi juga tahu kapan harus berhenti dan menikmati hidup.
“Bagaimana rapat tadi pagi?” tanya Re, menyendok nasi goreng yang baru diantar pelayan. Matanya menatap Dina dengan penuh perhatian, tapi ekspresi wajahnya tetap santai.
“Lancar, seperti biasa. Tidak ada yang luar biasa,” jawab Dina sambil mengaduk kopinya. "Aku memastikan semua berjalan sesuai rencana. Kamu tahu aku nggak suka kejutan.”
Re tertawa kecil. “Tentu. Dina dan kejutan memang bukan teman baik.”
Dina mendengus pelan, tetapi tidak membantah. Mereka sudah terlalu sering berbagi makan siang seperti ini, sehingga topik seperti ini menjadi rutinitas. Namun, di balik semua candaan ringan itu, ada kenyamanan yang tak bisa disangkal dalam hubungan mereka. Dina dan Re selalu bisa berbicara dengan jujur, tanpa perlu khawatir melukai satu sama lain.
Tiga tahun sudah mereka bekerja di perusahaan yang sama, dan selama itu pula persahabatan mereka semakin kuat. Meski berbeda dalam banyak hal, justru perbedaan itulah yang membuat mereka saling melengkapi. Re dengan pendekatannya yang santai dan penuh humor, sementara Dina selalu serius dan fokus.
“Kamu ingat rencana akhir pekan ini?” Re kembali mengalihkan perhatian Dina dari pikirannya. “Jangan lupa. Kita sudah sepakat akan pergi ke tempat makan baru yang direkomendasikan teman-temanku.”
Dina mengangguk, meskipun dalam hati ia tahu akhir pekan ini mungkin akan sulit untuk bersantai. Pekerjaan masih menumpuk, dan ada deadline yang tak mungkin diabaikan. Tapi Re selalu berhasil membuatnya setidaknya mempertimbangkan untuk berhenti sejenak.
“Aku ingat. Aku akan coba datang,” jawab Dina tanpa banyak antusiasme.