“Pagi, Hanna! Sudah sarapan?” Re menyapa dengan senyum lebar begitu bertemu Hanna di lorong kantor. Dia tampak segar, mengenakan kemeja biru muda yang terlihat rapi dengan sedikit gulungan di lengan.
Hanna menoleh dan membalas senyumnya. “Belum. Aku agak terburu-buru tadi pagi. Rapat jam delapan membuatku lupa untuk makan.” Tawa kecil keluar dari mulutnya, meskipun jelas ada kelelahan di matanya.
“Kalau begitu, makan siang nanti bareng aku saja. Aku tahu tempat baru yang enak di dekat sini,” tawar Re sambil menyelipkan tangan ke dalam saku celananya, mencoba terlihat santai meski hatinya berdegup lebih cepat dari biasanya.
Hanna terdiam sejenak, alisnya sedikit terangkat. “Hmm, boleh juga. Aku memang perlu sesuatu yang menyegarkan setelah pagi yang sibuk ini.”
“Hebat! Nanti kita berangkat jam dua belas, ya?” Re tersenyum, menatap Hanna yang perlahan melangkah pergi, meninggalkannya dengan rasa puas yang tak bisa disembunyikan.
Sepanjang pagi itu, pikiran Re tak pernah jauh dari makan siangnya dengan Hanna. Meski mereka sering bertemu di kantin atau berbincang di sela-sela pekerjaan, kali ini terasa berbeda. Ini adalah ajakan makan siang yang pertama kalinya di luar kantor, sebuah langkah kecil, namun penting. Re tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk lebih dekat dengan Hanna.
***
Jam makan siang tiba, dan Re dengan cepat membereskan mejanya. Ia melirik ke arah jam, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Pikirannya masih berkutat dengan hal-hal kecil; dari restoran mana yang harus dipilih hingga apa yang sebaiknya mereka bicarakan nanti. Namun, ia berusaha keras untuk tetap tenang.
Hanna sudah menunggunya di lobi, dengan kemeja putih yang dikenakannya tadi pagi masih tampak segar meskipun hari sudah beranjak siang. Rambutnya digerai sederhana, namun entah bagaimana tetap terlihat sempurna di mata Re.
“Kamu siap?” Re menegaskan sambil tersenyum, mencoba mengalihkan perhatiannya dari betapa memikatnya penampilan Hanna.
“Tentu saja. Jadi, kita mau ke mana?” tanya Hanna, melirik jam tangannya sejenak.
“Aku pikir kita bisa coba café baru yang baru buka di sebelah gedung kantor ini. Mereka punya menu makanan ringan yang enak,” jawab Re dengan antusias. Mereka berdua berjalan keluar kantor, diiringi angin sejuk yang sedikit meredakan panas matahari siang itu.
Café yang dimaksud Re ternyata mungil, dengan dekorasi modern dan suasana yang tenang. Mereka memilih meja di dekat jendela, memberikan pemandangan jalanan kota yang sibuk. Hanna menatap ke luar jendela sejenak sebelum mengalihkan perhatiannya kembali pada Re.
“Tempat ini nyaman, ya. Tidak terlalu ramai,” Hanna berkata sambil membuka menu.