DUA HATI

Rizki Ramadhana
Chapter #20

Kepahitan

“Re, kamu kapan mau bicara serius soal hubunganmu itu?” Suara ayahnya terdengar berat saat mereka duduk di ruang tamu, setelah makan malam bersama keluarga. Re menunduk, merasa bahwa momen ini akan datang cepat atau lambat, tapi mendengarnya secara langsung tetap membuatnya tertekan.


"Aku sudah bilang, Ayah, ini tidak sesederhana itu," jawab Re, berusaha menahan nada suaranya tetap tenang. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa argumen ini sudah sering terjadi di rumah. Setiap kali topik tentang Hanna muncul, suasana rumah langsung berubah menjadi penuh ketegangan.


“Ibumu dan aku hanya ingin yang terbaik untukmu,” lanjut ayahnya, menatap Re dengan pandangan tegas. “Hubungan yang didasarkan pada perbedaan besar seperti itu tidak akan bertahan lama. Kamu harus mulai berpikir realistis. Keluarga ini punya prinsip yang harus dipertahankan.”


Re terdiam, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut ayahnya dengan perasaan berat di dadanya. Ia mencintai Hanna, dan perasaan itu tidak pernah pudar, tetapi tuntutan keluarganya untuk mengakhiri hubungan itu semakin kuat dari hari ke hari.


Ibunya yang duduk di sebelah ayahnya juga ikut angkat bicara. “Re, kamu tahu Ibu mendukung keputusanmu, tapi pernikahan itu bukan hanya soal cinta. Ada hal lain yang harus kamu pikirkan, terutama dalam jangka panjang. Apakah kamu yakin bisa menjalani hubungan dengan semua perbedaan ini?”


Pertanyaan ibunya membuat hati Re semakin bingung. Selama ini, ia selalu yakin bahwa cinta cukup kuat untuk mengatasi segalanya, tetapi sekarang ia mulai ragu. Perbedaan agama yang ada di antara mereka seolah menjadi dinding yang semakin tinggi setiap harinya.


"Aku mengerti kekhawatiran kalian, tapi Hanna adalah orang yang baik. Kami saling mencintai. Apa itu tidak cukup?" tanya Re dengan nada putus asa.


Ayahnya menggelengkan kepala, wajahnya keras. “Cinta tidak selalu cukup, Re. Kamu harus memikirkan konsekuensi dari keputusanmu. Apa kamu mau melihat keluargamu terpecah hanya karena kamu tidak bisa memutuskan?”


Kata-kata itu membuat Re terdiam. Ia merasa terjebak antara cinta untuk Hanna dan tanggung jawabnya sebagai anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Bagaimana mungkin ia bisa memilih satu tanpa melukai yang lain?


***


Hari-hari berlalu, dan Re semakin merasa beban dari keluarganya. Setiap percakapan dengan mereka berujung pada tuntutan yang sama: putus dengan Hanna. Sementara itu, di sisi lain, Hanna tidak tahu bahwa tekanan ini semakin kuat, dan Re merasa semakin sulit untuk menyembunyikannya dari Hanna.


Suatu sore, Re bertemu dengan Hanna di kafe tempat biasa mereka berbincang. Hanna, seperti biasa, tersenyum manis, tak menyadari kerumitan yang melingkupi Re. Mereka berbicara tentang hal-hal ringan—pekerjaan, film, dan rencana kecil untuk akhir pekan. Tapi di dalam hati Re, ada sesuatu yang terus mengganjal.


"Re, kamu kelihatan lelah," kata Hanna tiba-tiba, menyadari perubahan kecil di wajah Re. "Ada yang mengganggu pikiranmu?"


Lihat selengkapnya