DUA HATI

Rizki Ramadhana
Chapter #26

Sakit, ya? Sama dong.

“Re, kamu kelihatan makin kacau,” kata Dina pelan sambil menyerahkan secangkir kopi hangat kepada Re. Mereka duduk di ruang istirahat kantor, tempat yang biasa menjadi tempat pelarian Re dari kekacauan pikirannya. Dina, yang sudah lama mengenal Re, bisa melihat perubahan drastis dalam sikap dan raut wajahnya beberapa bulan terakhir. Meskipun Re mencoba menyembunyikan kegelisahannya, Dina bisa merasakan bahwa masalah yang dihadapinya semakin berat.


Re mengambil kopi itu tanpa berkata-kata, menatap cangkir di tangannya dengan tatapan kosong. Dina menunggu, memberinya ruang untuk berbicara lebih dulu, seperti yang selalu ia lakukan. Ia tahu bahwa Re sedang berada di titik terendah, terjebak antara keluarganya dan Hanna. Setiap kali Re terlihat seperti ini, Dina selalu berada di sampingnya, meskipun hatinya sendiri terus bergulat dengan perasaannya.


“Kamu tahu, Dina,” kata Re akhirnya, setelah beberapa saat terdiam, “Aku nggak tahu lagi harus bagaimana menghadapi semua ini. Sepertinya, setiap pilihan yang aku ambil akan melukai seseorang. Aku hanya ingin semuanya selesai.”


Dina mendengarkan dengan seksama, menahan keinginannya untuk menyela. Perasaannya terhadap Re sudah mulai tumbuh sejak lama, tapi ia selalu menjaga agar hubungan mereka tetap berada di zona aman—sebagai sahabat. Namun, semakin sering ia melihat Re terluka seperti ini, semakin sulit baginya untuk menyembunyikan perasaannya.


“Kamu nggak perlu menanggung semuanya sendirian, Re,” kata Dina, suaranya penuh kelembutan. “Aku selalu ada di sini buat kamu. Kamu tahu itu, kan?”


Re mengangguk, meskipun tatapannya masih kosong. “Aku tahu, Dina. Dan aku benar-benar bersyukur kamu selalu ada untuk aku. Aku nggak tahu bagaimana aku bisa melewati semua ini tanpa kamu.”


Kata-kata itu membuat hati Dina bergetar. Meskipun Re hanya mengatakannya sebagai sahabat, Dina tidak bisa mengabaikan perasaan yang tumbuh di dalam hatinya. Setiap kali Re berbicara dengan penuh syukur, setiap kali dia menunjukkan betapa dia menghargai keberadaan Dina, perasaan cinta yang Dina coba sembunyikan semakin sulit ditahan.


“Tapi kamu juga perlu bicara, Re. Kamu nggak bisa terus-terusan diam dan menyimpan semuanya sendiri,” lanjut Dina. “Aku di sini buat mendengarkan.”


Re menghela napas panjang sebelum akhirnya menatap Dina. “Keluargaku memberiku ultimatum. Kalau aku terus bersama Hanna, mereka akan memutuskan hubungan dengan aku. Tapi aku nggak bisa meninggalkan Hanna begitu saja. Aku benar-benar mencintainya, Dina.”


Hati Dina mencelos mendengar kata-kata itu. Meskipun ia sudah tahu bahwa Re mencintai Hanna, mendengarnya langsung dari mulut Re tetap menyakitkan. Dina mencoba menyembunyikan rasa sakit itu dengan senyum yang dipaksakan, meskipun di dalam hatinya ia ingin berteriak.


“Aku tahu itu berat, Re,” kata Dina pelan. “Tapi kamu harus jujur pada dirimu sendiri. Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Apa kamu siap kehilangan keluargamu untuk Hanna?”


Re terdiam lagi, menundukkan kepalanya. “Itu masalahnya, Dina. Aku nggak tahu. Aku nggak bisa memilih antara mereka. Keluargaku penting, tapi Hanna juga penting buat aku.”


Lihat selengkapnya