DUA HATI

Rizki Ramadhana
Chapter #30

Apa Kabar, Hanna?

"Hanna, kamu sudah lama tidak tersenyum seperti dulu," suara Wina memecah keheningan di tengah obrolan mereka di sebuah kafe yang biasa mereka kunjungi. Wina menatap Hanna dengan penuh perhatian, menyesap kopinya sambil menunggu respon dari sahabatnya itu.


Hanna tersenyum kecil, meski senyum itu tidak sampai ke matanya. "Aku baik-baik saja, Wina. Hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri."


Wina mengangkat alisnya, seolah tidak percaya. "Butuh waktu? Sudah berapa lama sejak kamu dan Re berpisah? Aku tahu ini tidak mudah, tapi kamu juga harus mulai memikirkan dirimu sendiri, Han. Kamu terlihat... berbeda."


Hanna menunduk, memainkan sendok di tangannya, mengaduk-aduk kopinya yang sudah dingin. Memang benar, sejak perpisahannya dengan Re, ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Meskipun ia yakin bahwa keputusan untuk berpisah adalah yang terbaik, perasaan kehilangan itu masih sering menghantui dirinya. Setiap kali ia berpikir tentang Re, ada rasa kosong yang sulit dijelaskan.


"Aku tahu, Win," kata Hanna akhirnya. "Tapi aku merasa ini yang terbaik untuk kami berdua. Aku nggak mau Re terjebak di antara aku dan keluarganya. Itu bukan kehidupan yang adil untuk dia."


Wina menghela napas panjang, menatap Hanna dengan penuh simpati. "Aku mengerti kamu ingin yang terbaik untuk Re, tapi bagaimana dengan kamu? Apa kamu sudah memikirkan apa yang terbaik untuk dirimu sendiri?"


Hanna terdiam sejenak, menatap kopi di depannya. Ia memang sering berpikir tentang apa yang terbaik untuk dirinya sendiri, tetapi setiap kali perasaan itu muncul, bayangan Re selalu kembali. Ada bagian dari dirinya yang masih merindukan Re, meskipun ia tahu bahwa melanjutkan hubungan itu akan lebih menyakitkan.


***


Hari-hari berlalu, dan Hanna mencoba menjalani kehidupannya seperti biasa. Ia kembali fokus pada pekerjaannya, menghabiskan waktu bersama teman-teman, bahkan mencoba untuk memulai hobi baru. Namun, tidak peduli seberapa sibuk dirinya, ada momen-momen tertentu di mana ia merasakan kehampaan yang mendalam. Setiap kali ia melewati tempat-tempat yang dulu sering ia kunjungi bersama Re, kenangan-kenangan itu kembali muncul.


Suatu sore, ketika ia sedang berjalan-jalan sendirian di taman, Hanna mendapati dirinya terhenti di depan bangku tempat ia dan Re pernah duduk berdua. Di bangku itu, mereka sering berbicara tentang masa depan, tentang impian-impian mereka yang kini terasa begitu jauh. Hati Hanna terasa perih, tapi ia berusaha menenangkan diri.


“Aku harus melanjutkan hidup,” bisik Hanna kepada dirinya sendiri. "Keputusan ini sudah tepat. Aku nggak bisa terus-terusan terjebak dalam perasaan ini."


Lihat selengkapnya