DUA HATI

Rizki Ramadhana
Chapter #32

Hanna Datang Lagi

“Re, lama tidak bertemu,” suara Hanna memecah keheningan kafe kecil itu. Re, yang sedang duduk di pojok ruangan, mendongak dengan terkejut. Ia tidak menyangka akan bertemu Hanna hari ini, apalagi setelah sekian lama mereka tidak saling berkomunikasi.


“Hanna…” Re hanya bisa menyebutkan namanya, tak yakin bagaimana harus merespons. Di dalam hatinya, perasaan cinta yang pernah begitu kuat terhadap Hanna masih terasa, meskipun tertutupi oleh keraguan dan rasa sakit dari masa lalu mereka.


Hanna menarik kursi dan duduk di hadapan Re, senyum tipis menghiasi wajahnya yang dulu selalu menenangkan Re. “Aku tahu ini mendadak, tapi aku pikir kita perlu bicara. Aku merasa ada beberapa hal yang belum selesai di antara kita.”


Re menatapnya dalam diam sejenak. Ia bisa merasakan dadanya bergemuruh. Pertemuan ini bukanlah sesuatu yang ia antisipasi, apalagi di tengah kebimbangannya tentang perasaannya pada Dina. Namun, bagian dari dirinya juga merasa lega karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan Hanna untuk mendapatkan kejelasan.


“Kamu benar,” kata Re akhirnya. “Ada banyak yang belum kita selesaikan.”


Mereka berdua duduk dalam keheningan, membiarkan suasana kafe yang sibuk mengalir di sekitar mereka. Suara orang-orang yang mengobrol, bunyi mesin kopi, semuanya terasa jauh di latar belakang. Hanya ada Re dan Hanna di momen itu, menghadapi kenyataan yang selama ini mereka hindari.


“Aku masih mencintaimu, Re,” Hanna memulai, suaranya lembut namun tegas. “Aku nggak pernah berhenti mencintaimu, tapi…” Ia berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, “Aku masih yakin hubungan kita nggak bisa berlanjut. Perbedaan kita terlalu besar, dan aku nggak ingin kita terjebak dalam lingkaran yang sama lagi.”


Re merasa hatinya bergetar mendengar pengakuan itu. Ia tahu bahwa Hanna mencintainya, dan ia pun masih merasakan hal yang sama. Tetapi kenyataan pahit tetap ada di hadapan mereka—perbedaan agama dan ketidakmampuan mereka untuk menjembatani jarak itu. Semua itu adalah dinding yang tidak bisa mereka runtuhkan.


“Aku juga masih mencintaimu, Hanna,” jawab Re pelan. “Setiap hari sejak kita berpisah, aku selalu memikirkanmu. Tapi aku tahu, kamu benar. Kita sudah mencoba, dan perbedaan itu terus menjadi masalah.”


Hanna menunduk, menatap tangan-tangannya yang terlipat di atas meja. “Kita nggak bisa terus memaksakan diri, Re. Aku nggak ingin kamu harus memilih antara aku dan keluargamu. Itu bukan keputusan yang harus kamu buat.”

Lihat selengkapnya