“Pagi ini indah, ya?” Dina berkata sambil tersenyum, menatap langit yang cerah. Mereka sedang berjalan di taman dekat apartemen Re, seperti kebiasaan baru yang mereka lakukan setiap akhir pekan. Udara segar dan langit biru seakan menjadi latar sempurna bagi babak baru dalam hubungan mereka.
Re menoleh, menatap wajah Dina yang tampak tenang. Senyum lembut tersungging di bibirnya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Re merasa ringan. Tidak ada lagi rasa bersalah yang menghantui pikirannya, tidak ada lagi bayangan masa lalu yang terus membayangi langkahnya. Hanya ada Dina—dan masa depan yang mulai tampak lebih jelas di hadapannya.
“Ya, hari ini indah,” jawab Re akhirnya. Namun, dalam benaknya, ia tahu bahwa keindahan pagi ini bukan hanya karena cuaca atau lingkungan sekitar. Itu karena dirinya kini bisa benar-benar hadir di momen ini, bersama Dina, tanpa ada perasaan tertahan oleh kenangan masa lalu.
Dina menatap Re sejenak, mengamati perubahan pada dirinya. Sejak pertemuan terakhirnya dengan Hanna, ada yang berbeda dari cara Re berinteraksi. Re tampak lebih tenang, lebih yakin, dan lebih terbuka. Dina tahu bahwa Re telah membuat keputusan besar—keputusan untuk melepaskan masa lalu dan fokus pada hubungan mereka.
“Kamu kelihatan lebih damai sekarang,” kata Dina dengan nada lembut. Ia tidak ingin terlalu memaksakan percakapan, tetapi ia juga ingin tahu bagaimana perasaan Re yang sebenarnya.
Re tertawa kecil, lalu mengangguk. “Iya, Dina. Aku merasa lebih damai. Aku rasa selama ini aku terlalu lama terjebak dalam masa lalu. Tapi sekarang, setelah bicara dengan Hanna, aku benar-benar bisa melepaskannya.”
Dina tersenyum, lega mendengar kata-kata itu. “Aku senang mendengarnya, Re. Aku tahu ini bukan perjalanan yang mudah buat kamu.”
Re menggenggam tangan Dina dengan lembut, sesuatu yang jarang ia lakukan sebelumnya. “Terima kasih, Dina, karena sudah selalu ada untukku. Kamu benar-benar membantu aku melewati masa-masa sulit ini. Sekarang, aku merasa siap untuk melangkah lebih jauh.”
Mata Dina berbinar mendengar pengakuan itu. “Aku akan selalu ada di sini, Re. Tapi aku juga ingin kita melangkah dengan pasti, tanpa ada keraguan.”