“Re, aku tahu kita sudah membahas ini sebelumnya, tapi aku merasa kita harus benar-benar memastikan semuanya sebelum aku berangkat,” kata Dina, memulai percakapan dengan nada hati-hati. Mereka duduk di balkon apartemen Re, menikmati udara malam yang sejuk. Suasana yang biasanya nyaman kini terasa sedikit lebih berat dengan kehadiran keputusan besar di depan mereka.
Re menatap Dina, mengangguk pelan. “Aku paham, Dee. Aku juga ingin kita sepenuhnya yakin dengan keputusan ini. Karena begitu kamu pergi, hubungan kita akan berubah, dan kita harus siap.”
Dina menghela napas panjang, merasa sedikit cemas. Hubungan jarak jauh bukanlah hal yang mudah, dan meskipun mereka sudah berkomitmen untuk mencobanya, ketidakpastian masih membayang di benaknya. “Aku ingin kita tetap dekat, meskipun jarak memisahkan kita. Tapi aku juga sadar bahwa jarak bisa membuat segalanya menjadi lebih sulit.”
Re mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Dina dengan lembut. “Kita sudah melalui banyak hal bersama, Dee. Aku percaya bahwa kita bisa melalui ini juga. Yang terpenting adalah komunikasi dan kepercayaan. Selama kita terus berkomunikasi dengan baik, aku yakin kita bisa melewatinya.”
Dina menatap Re, senyum kecil mulai muncul di wajahnya. “Kamu benar, Re. Komunikasi adalah kunci. Tapi kita juga harus siap menghadapi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Mungkin kita nggak akan bisa bertemu sesering dulu, dan pasti akan ada saat-saat di mana kita merasa rindu.”
Re mengangguk, memahami kekhawatiran Dina. “Aku tahu itu, dan aku juga akan merindukanmu. Tapi aku percaya, kalau kita bisa saling mendukung dari jarak jauh, hubungan kita justru akan menjadi lebih kuat.”
Dina menatap Re dengan penuh kasih sayang. Ia tahu bahwa Re berbicara dengan penuh keyakinan, tetapi tetap ada keraguan di sudut hatinya. Bagaimana jika jarak membuat mereka merasa semakin jauh? Bagaimana jika rasa rindu berubah menjadi ketidakpastian?
“Aku ingin kita punya rencana, Re,” kata Dina akhirnya. “Bukan hanya tentang bagaimana kita akan tetap berhubungan, tapi juga tentang kapan kita akan bertemu lagi. Aku butuh kepastian bahwa kita akan punya momen-momen untuk menguatkan hubungan ini.”
Re berpikir sejenak, lalu mengangguk. “Kita bisa merencanakan kunjungan. Mungkin setiap beberapa bulan sekali aku bisa datang ke sana, atau kamu bisa pulang ke sini saat ada waktu luang.”
Dina tersenyum lega. “Itu ide yang bagus. Dengan begitu, kita punya sesuatu yang bisa kita nantikan bersama.”
Re tersenyum hangat, merasa bahwa percakapan ini memberikan mereka lebih banyak kejelasan. “Aku juga akan pastikan kita tetap terhubung setiap hari, meskipun hanya lewat pesan atau panggilan singkat. Kita harus saling mendukung, apapun yang terjadi.”