“Kamu pasti akan merindukan ini,” ujar Re sambil menatap Dina yang sedang berkemas. Ruang tamu apartemen Dina yang biasanya rapi kini dipenuhi koper dan kotak-kotak, mempersiapkan keberangkatannya ke luar negeri untuk menerima promosi yang telah membuat hubungan mereka memasuki babak baru. Re tersenyum kecil, meskipun di dalam hatinya, perasaan cemas mulai tumbuh.
Dina menoleh ke arah Re dan tersenyum lelah. “Ya, aku akan sangat merindukan ini. Aku akan merindukan semuanya… termasuk kamu.” Nada suaranya mengisyaratkan campuran antara kebahagiaan dan rasa kehilangan.
Re melangkah mendekat, lalu memeluk Dina dengan lembut. “Aku juga akan merindukan kamu, Dee. Tapi aku bangga kamu mengambil keputusan ini. Ini kesempatan besar, dan kamu layak mendapatkannya.”
Dina meletakkan kepalanya di dada Re, mendengarkan detak jantungnya yang menenangkan. “Aku tahu ini yang terbaik untuk karierku, tapi aku nggak bisa bohong, Re. Aku takut kita nggak akan bisa bertahan dengan jarak sejauh ini.”
Re menarik napas panjang, lalu mengusap lembut rambut Dina. “Aku juga punya kekhawatiran, tapi kita sudah sepakat untuk mencoba. Dan aku percaya, kalau kita saling percaya dan terus berkomunikasi, kita bisa melaluinya.”
Dina mengangguk pelan, merasa sedikit lebih tenang. “Kamu benar. Aku juga harus percaya bahwa hubungan ini cukup kuat untuk bertahan. Tapi rasanya tetap berat.”
Re menatap Dina, mata mereka bertemu sejenak. “Kita sudah melalui banyak hal bersama, Din. Dan aku yakin jarak nggak akan bisa memisahkan kita, kalau kita sama-sama berusaha.”
Dina tersenyum tipis, meskipun hatinya masih merasa berat. Mereka telah membahas ini berkali-kali, dan meskipun Dina yakin pada cinta mereka, tantangan hubungan jarak jauh selalu ada di pikirannya. Namun, dukungan Re memberikan kekuatan baru baginya.