Dua Helai Daun

Jesi Namora
Chapter #1

Chapter 1: Kehidupan Sekolah

Sekolah sihir merupakan sekolah tempat mendidik mereka yang memiliki potensi menjadi penyihir dan membuat mereka menjadi penyihir yang hebat. Di era modern ini ilmu pengetahuan sudah merambah kepada sihir yang sebelumnya masih dianggap sebagai mitos dan hanya legenda kuno saja. Dengan ilmu pengetahuan para ilmuan dapat menguak misteri mengenai sihir yang digunakan oleh para pendahulu mereka dan bagaimana cara menggunakannya.

Setelah penelitian yang panjang akhirnya ditarik kesimpulan bahwa sihir adalah material kasat mata yang bisa diwariskan kepada keturunan mereka layaknya gen. Atau bisa dibilang sihir sudah melekat di dalam rantai gen manusia itu sendiri. Namun pengetahuan manusia pada masa lampau hanya bisa mendeteksi gen tersebut tanpa ada tahu ada rantai sihir yang tertanam disana. Dengan ditemukannya teknologi yang diberi nama surya yang dapat membuat seseorang melihat rantai-rantai sihir maupun aura sihir ditubuh seseorang.

Penelitian pun berlanjut hingga mendapatkan kesimpulan yang lain yaitu, sihir milik seseorang tidak bisa ditingkatkan sama sekali dikarenakan bakat sihir tersebut sudah tertanam di dalam tubuhnya. Yang bisa dilakukan hanyalah melatih tubuh dan penggunaan sihir hingga batas maksimal yang sudah diwariskan padanya. Dengan kata lain “Diperlukan keberuntungan untuk menjadi penyihir hebat. Mereka yang terlahir dari garis keturunan penyihir yang hebat dimasa lampau maka mereka juga memiliki kemampuan yang sama. Sedangkan mereka yang terlahir dari keturunan yang biasa mereka pun hanya bisa menggunakan sihir yang biasa”.

“Garis keturunan adalah segala-galanya”

Dengan adanya hal tersebut dimulailah lagi pengkasta-kastaan manusia seperti yang sudah terjadi dimasa lampau. Namun pengkastaan yang terjadi saat ini adalah pengkastaan yang dilakukan secara halus dan secara tidak langsung, namun perlahan tapi pasti hal tersebut bisa dilihat dengan jelas.

“Kekayaan, Kejayaan , dan Kekuasaan” tiga hal tersebut dapat diperoleh oleh mereka yang memiliki kemampuan sihir tinggi. Perlahan tapi pasti hanya kalangan penyihir elit lah yang memegang kendali dinegeri tersebut dan memperlakukan mereka yang tidak hebat dalam sihir sebagai warga kelas dua.

Sekolah Sihir Deuxtris adalah sekolah sihir yang biasa-biasa saja yang mendidik para penyihir yang tidak beruntung secara genetik yang terlahir dari keturunan penyihir kelas rendah. Berbeda dengan sekolah sihir Alexion yang mendidik penyihir-penyihir berbakat dan tersohor di negeri tersebut. Deuxtris hanyalah salah satu dari sekian banyak sekolah sihir yang tidak terlalu terkenal dengan murid biasa-biasa saja.

Rabel Alsinion adalah salah satu murid kurang beruntung yang harus menuntut ilmu di Sekolah Sihir Deuxtris. Keinginannya untuk menjadi penyihir sangatlah kuat, namun dengan garis keturunan yang dimilikinya dia tidak mendapatkan hak untuk bersekolah di sekolah-sekolah ternama.

Hari pertama sekolah yang biasanya dimulai dengan upacara penerimaan dan dilanjutkan dengan pemberian arahan dari wali kelas masing-masing. Dan setelah itu biasanya cuma ada jam kosong yang bisa dimanfaatkan siswa siswi disana untuk berkeliling melihat lingkungan sekolah.

“Baik para siswa dan siswi Deuxtris sekalian. Mulai dai sekarang kalian semua secara resmi diterima disekolah sihir Deuxtris ini. Lakukanlah yang terbaik dan nikmatilah masa mudamu” Begitulah isi pesan terakhir dari pidato penyambutan kepala sekolah Deuxtris. Setelah selesai acara penyambutan dari kepala sekolah maka dilanjutkanlah dengan penampilan-penampilan sihir dari senior mereka. Ada yang mampu menghembuskan nafas api, melayang, membelah besi menggunakan tangannya serta atraksi-atraksi menarik lainnya.

 “Hei siapa namamu?” ujar seorang siswa yang berada di sebelahnya sambil menepuk punggungnya.

“Rabel Alsinion, kalau kau?” ujar Rabel sambil melihat kerah orang yang menyapanya.

“Alpha Sindora, kau bisa memanggilku Alpha. Rebel”. Senyum sumringah bersahabat tampak di wajah Alpha.

“Rabel, bukan Rebel” ujar Rabel sewot dengan teman pertamanya disekolah tersebut. Melihat Rabel yang kesal begitu Alpha hanya tertawa-tawa kecil karena merasa sudah bertemu dengan seseorang yang cocok untuk dijadikannya teman.

Upacara penyambutan telah selesai dan semua murid diperintahkan untuk memasuki kelasnya masing-masing untuk menerima pengarahan dari wali kelas mereka.

“Kau kelas berapa Rabel?”

“1-7”

“Wah, kebetulan sekali!! Kita sekelas lho” ujar Alpha dengan penuh semangat langsung merangkul Rabel menuju kelas tersebut. Sesampainya dikelas ternyata ruangan tersebut sudah sangat ramai sekali, ada beberapa diantara siswa yang mulai ngobrol dan berkenalan, dan ada juga yang sudah asik bercanda ria karena sepertinya sudah kenal cukup lama. Sekolah Menengah Atas yang memasukkan kurikulum sihir dalam kurikulum sekolahnya. Sekolah dimana selama tiga tahun ini dijadikan tempat belajar dan menghabiskan massa muda mereka.

“Kembali ke bangku kalian semua”

Ujar seorang guru wanita setelah memasuki kelas mereka. Semua murid sudah bisa langsung menebak bahwa wanita tersebutlah yang akan menjadi wali kelas mereka untuk satu tahun ini dikarenakan jam sekarang memang jam masuknya wali kelas untuk perkenalan dan memberikan bimbingan singkat. Wali kelas mereka yang masih berumur sekitar 26 tahun tersebut memiliki tubuh yang langsing dan paras yang cantik. Terlihat tegas namun juga memiliki sisi kelembutan dalam dirinya.

“Beruntungnya aku masuk kelas ini” gumam salah seorang murid disana.

“Reina Larsica” Begitulah yang tertulis di papan tulis depan kelas.

“Baik, perkenalkan nama ibu adalah Reina Larsica, kalian semua bisa memanggil Ibu dengan Ibu Reina. Selain mengajar mata pelajaran umum, disini ibu juga akan mengajar kalian mata pelajaran ‘Pondasi Dasar Sihir’ dan ibu harap kalian semua bisa belajar dengan baik dan tekun”.

Sekolah Sihir memang tidak serta merta hanya mengajarkan masalah sihir. Disana pengetahuan umum dan pelajaran wajib juga diajarkan kepada para siswa tentunya dengan jam pelajaran yang lebih sedikit dan di tambah dengan pelajaran-pelajaran dan praktek sihir. Hal ini dilakukan agar para penyihir yang terlahir disana tidak menjadi penyihir bodoh yang buta akan ilmu pengetahuan.

“Ada yang ditanyakan?” Bu Reina memulai interaksinya dengan kelas tersebut.

“Sayaaa!!!” tunjuk salah seorang murid.

“Ya, siswa yang di belakang”

“Ibu masih single?”

Untunglah orang yang ditanyakannya masih belum cukup tua, jika saja Bu Reina sudah berumur di atas tiga puluh tahun bisa dipastikan siswa tersebut akan disemprot oleh omelan guru tersebut dihari pertamanya.

“Hehehe... untuk saat ini masih” jawab Bu Reina dengan agak tersipu.

“Yeeeeessss!!!!” teriak siswa lelaki disana dengan serentak. Seketika itu kelas menjadi agak ricuh karena euforia siswa lelaki disana.

“Hei, kau tidak senang?” tanya Alpha yang duduk di sebelah kanan Rabel.

“Huh.. aku tidak tertarik dengan orang yang lebih tua” jawab Rabel dengan acuh.

“Maksudmu... jangan bilang kau...”

“.. Tertarik dengan anak kecil?” tanya Alpha sambil memasang tampang pura-pura jijik.

“Kampret!!” maki Rabel.

“Nah, mungkin diantara kalian semua sudah ada yang bisa menggunakan sihir dan masih ada yang belum. Ibu harap kalian tidak melupakan aturan penggunaan sihir yang berlaku disekolah ini”.

Ya, disekolah itu sendiri diberlakukan aturan penggunaan sihir demi menjaga keselamatan siswa-siswinya. Aturan yang diberlakukan meliputi tidak bolehnya menggunakan sihir di luar jam praktek ataupun tanpa ditemani oleh guru pembimbing. Sihir bisa menjadi sangat berbahaya apabila tidak digunakan sesuai prosedur keamanan yang tepat, apalagi sihir tersebut bisa saja mengalami kegagalan dalam proses pengeluarannya dan dapat menyebabkan kecelakaan yang berakibat fatal.

Tidak terasa jam pelajaran bersama wali kelas telah berakhir, dan para siswa dan siswi baru diberikan jam bebas sampai pulang sekolah untuk berkeliling dan menikmati lingkungan disekitar sekolah mereka.

“Rabel, mau ikut bersamaku?” ajak Alpha.

Tampak Rabel masih sedikit ragu dengan ajakan Aplha karena dia lebih ingin menghabiskan waktu berdiam diri dikelas hingga sekolah usai. Namun dikarenakan tidak mau mengecewakan teman pertamanya itu dia pun menerima ajakan Alpha untuk pergi berkeliling melihat-lihat sekitar sekolah tersebut.

“Jadi disini area kelas 2 ya?” gumam Alpha saat mereka melewati area siswa kelas dua. Untunglah para siswa kelas dua disana sedang dalam proses belajar mengajar jadi Rabel dan Alpha bisa dengan santai melawati lorong tersebut. Jika saja disana sudah ada beberapa siswa kelas dua yang berkeliaran, Rabel dan Alpha pasti akan berpikir dua kali untuk melewati tempat tersebut.

“Hah... membosankan” gumam Rabel.

“Bagaimana kalau kita keluar saja?” ajak Alpha yang sepertinya menangkap raut wajah bosan milik Rabel.

Lihat selengkapnya