Alea memasuki ballroom sebuah hotel berbintang lima. Malam ini Tante Rianti mengadakan pesta ulang tahun. Tentu saja ia wajib hadir, karena memang sudah seperti anak perempuan satu-satunya ditengah keluarga sahabat ibunya tersebut.
Saat hendak menemui maminya, langkah perempuan bertinggi seratus tujuh puluh sentimeter itu terhenti. Matanya tertumbuk pada sosok pria dibalut kemeja batik berwarna hitam. Terlihat berbeda, karena tingginya diatas rata-rata. Dengan rambut yang baru dirapikan. Dokter Akandra!
Senyum pria itu mengembang, terlihat penuh perhatian menatap dan mendengarkan lawan bicaranya. Sesekali mengangguk, dan tertawa. Ia kelihatan jauh lebih tampan dibanding saat bertemu di rumah sakit. Mungkin karena gaya berpakaian yang berbeda. Terlihat santai namun tetap hanya bergabung dengan rekan sesama dokter.
Satu yang menarik perhatiannya, saat melihat dokter itu berinteraksi dengan lawan jenis. Tidak ada tatapan memuja khas player juga gerakan yang berlebihan. Dokter Akandra seolah menjaga jarak dan menghindari sentuhan. Sesuatu yang sangat jarang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari.
Alea segera menjauh, dan menemui kedua orangtuanya. Beberapa kenalan langsung menyapa ramah dan bergabung. Kembali ia sibuk dengan para tamu undangan yang juga orang-orang yang sudah dikenalnya dengan baik. Menyapa mereka satu persatu dengan ramah. Sambil menikmati acara yang masih berlangsung dengan meriah.
Sampai kemudian terdengar panggilan MC agar sang empu acara menyampaikan kata sambutan. Dengan senyum bahagia Tante Rianti melangkah dengan penuh percaya diri menuju panggung didampingi suaminya Om Reno. Senyum lebarnya membuat wajah teduh itu semakin terlihat cantik. Bagi Alea penampilan sang tante sangat sempurna malam ini. Semua orang seolah tersihir dengan kata-katanya.
"Terima kasih atas kehadiran anda semua. Terutama staf dan dokter Rumah Sakt Graha Medika. Sedikit mau bercerita, sebetulnya dulu saya adalah seorang dokter, pernah bertugas juga. Hanya saja semenjak menikah dengan suami saya yang tampan ini. Beliau meminta untuk fokus pada anak-anak dan rumah tangga. Karena memang saya langsung mengandung anak pertama kami.
Ketika itu, saya harus memilih, dan akhirnya memutuskan bahwa keluarga lebih penting. Saya pikir, setelah anak saya berusia empat tahun, saya bisa kembali bekerja. Ternyata saya salah, Tuhan memberikan kami empat orang anak laki-laki. Yang membuat saya harus terus menerus berada di rumah."
Semua hadirin tertawa, apalagi Tante Rianti mengatakan dengan mimik lucu.
"Setelah mereka mulai besar, giliran suami saya yang kesehatannya mulai menurun. Jadilah saya memutuskan untuk merawatnya, mencoba melupakan keinginan tersebut. Saya harus menggantungkan ijasah saya. Namun sampai sekarang keinginan itu terus ada. Sampai kemudian beberapa bulan lalu, suami saya mengatakan, kalau ia ingin membeli sebagian saham rumah sakit ini sebagai hadiah ulang tahun saya. Meski begitu saya tetap punya mimpi menjadi dokter."
Kali ini mata itu berkaca-kaca. Om Reno segera memeluk bahu tante dengan erat. Kemesraan mereka membuat seluruh hadirin tersenyum. Sambutan itu masih berlanjut.
"Saya tahu, bahwa saya tidak akan pernah menjadi dokter sesungguhnya. Tapi menjadi bagian dalam sebuah rumah sakit adalah mimpi saya. Karena itu malam ini secara khusus saya mau mengucapkan terima kasih pada suami saya."
Tepat saat itu tak sengaja mata Alea melirik Dokter Akandra. Rasanya tatapan pria itu terlalu datar. Tidak ada senyum atau kebahagiaan disana. Baru kali ini Alea tidak bisa menilai raut apa yang tengah diperlihatkannya. Sesekali sang dokter menggigit bibirnya, sampai kemudian sebuah helaan nafas panjang terlihat. Ada sesuatu yang mengganggunya?
Alea tidak lagi bisa fokus melihat keatas panggung. Ia malah menatap wajah dokter tersebut dari samping. Memperhatikan gerakan tubuhnya yang seolah mengatakan tidak nyaman berada disana. Bahkan ketika acara masih panjang, sosok pria itu malah terlihat meninggalkan ruangan. Sayang kemudian salah seorang rekannya memanggil dan membawanya menuju Tante Rianti. Ternyata mereka hendak foto bersama.
Dokter Akandra mengambil posisi paling pinggir sambil memberikan senyum terpaksa. Alea yang berdiri tak jauh dari mereka tiba-tiba dipanggil untuk bergabung. Ia menurut kemudian berdiri tepat disebelah sahabat ibunya tersebut. Selesai semua, dokter itu meninggalkan ruangan setelah menyalami sang pemilik baru rumah sakit. Gadis itu tahu bahwa senyum yang terukir dibibirnya itu terlihat sangat terpaksa.
***