Alea baru turun ke lantai satu saat sang ayah sudah siap-siap untuk bersepeda.
"Papi mau olahraga?"
"Iya, mau ikut? Ayo sekalian, sudah lama kita nggak keluar bareng."
"Papi dulu deh, aku belum siap-siap. Besok-besok janjian dulu jadi kan aku bisa bangun lebih pagi."
"Ya sudah, papi berangkat dulu ya." Pamit sang ayah sambil mencium kening putri kesayangannya.
Alea mengangguk kemudian berlalu menuju ke arah dapur. Disana sudah ada eyang yang tengah memerintah beberapa asisten rumah tangga seperti biasa.
"Pagi eyang, masak apa?" sapa gadis itu sambil mencium pipi Ginarsih.
"Pagi juga, ini mau buat bubur kacang hijau untuk kamu. Tapi tadi mereka lupa memasukkan daun pandan. Untung eyang periksa." Omel perempuan tua itu.
Eyang memang sangat perfeksionis saat di dapur. Tidak ada satu bumbupun yang boleh terlewat saat memasak. Beliau memang jago memasak. Belum lagi standard kebersihan yang ditetapkan eyang, kadang membuat para asisten yang bertugas di dapur geleng kepala. Wajarlah karena lama tinggal di luar negeri. Kakeknya dulu seorang diplomat. Sehingga neneknya terbiasa menjamu tamu-tamu kakeknya yang berasal dari Negara lain..
"Sebentar lagi sudah matang, ayo ke taman belakang. Kita sudah lama tidak mengobrol." Ucap eyang sambil menggandeng tangannya. Sebelah tangan eyang memegan tongkat. Keduanya berjalan pelan, menyesuaikan irama langkah sang nenek.
Keduanya kemudian memilih duduk ditepi kolam ikan. Rasanya menyenangkan sekali, saat mendengar suara gemericik air sambil menikmati matahari pagi.
"Bagaimana kabar kamu sekarang? Ada sinetron baru?"
"Baik, yang. Sementara belum, karena belum cocok dengan perannya. Lagian dua kali masuk rumah sakit dalam waktu berdekatan membuat aku harus benar-benar pulih dulu."
"Iya, umur kamu sudah hampir dua puluh tujuh. Meski masih muda, tapi harus hati-hati. Jangan terlalu ngoyo. Terus bagaimana, sudah punya pacar belum?"
Alea melirik eyangnya sambil tersenyum.
"Masih pendekatan karena hubungan kami masih baru. Belum ke serius banget."
"Papi kamu tahu?"