Dokter Akandra memasuki lift menuju lantai Sembilan untuk melakukan visit seperti biasa. Saat dua orang berlari dari kejauhan melambaikan tangan. Ia segera menahan pintu agar tidak tertutup. Perempuan cantik bersama seseorang yang kelihatannya seperti asisten pribadi. Pria itu hanya membalas ucapan terima kasih dengan senyum ramah. Mungkin keluarga pasien, pikirnya.
Dilantai tiga seorang rekan sejawatnya, Dokter Anton memasuki lift. Wajah pria itu tampak sumringah saat melihat sosok yang ada bersamanya. Perempuan cantik tersebut hanya membalas senyuman sekilas. Seolah melakukan dengan terpaksa dan tidak tulus. Tipe perempuan seperti itu adalah yang paling dihindari oleh seorang Akandra. Anton sendiri akhirnya turun bersamanya di lantai Sembilan.
"Kok Dokter Andra santai banget sih satu lift bareng Alea?" tanya sang rekan saat mereka berdua sudah berada di koridor.
"Alea siapa?" tanyanya heran, merasa tidak mengenal nama itu.
"Itu yang berdiri dekat dokter tadi."
"Oh saya tidak kenal."
"Ya ampun, dokter kemana aja selama ini? Dia itu aktris terkenal. Lagi syuting dilantai lima belas."
Mendengar itu wajah Akandra seketika berubah dingin.
"Oh, ternyata dia yang sedang menjadi bahan pembicaraan disini? Apa tidak ada tempat lain sampai harus syuting di rumah sakit? Seharusnya ruangan bisa digunakan oleh orang lain. Pasien dan staf medis mestinya merasa tenang dirawat dan bekerja disini. Bukan malah ribut karena ada artis yang datang."
Selesai mengatakan itu, ia meninggalkan dokter Anton yang terpaku sendirian. Dokter Akandra memang terkenal sebagai dokter yang dingin. Namun pasiennya jangan ditanya, kalau ia bersedia. Sampai pagipun orang rela antri menunggu.
Anton menyayangkan, karena rekannya tersebut sangat membatasi jumlah pasien. Sampasampai pasiennya kadang harus menunggu dua hari. Sementara sang dokter malah sibuk dengan pasien di daerah kumuh pada akhir pekan. Meski disana ia tidak mendapatkan apa-apa.
Dokter Akandra seolah tidak butuh uang. Tapi sepertinya pria itu sudah cukup kaya meski gaya hidupnya tidak mencerminkan hal tersebut. Pria itu juga sangat tertutup tentang kehidupan pribadi. Tidak pernah ada yang diundang ke rumahnya pada hari ulang tahun atapun perayaan keagamaan. Kalaupun banyak yang minta traktir, mereka akan dibawa ke restoran.
Anton menatap tubuh yang segera menghilang memasuki salah satu ruangan VIP. Ia hanya bisa menggeleng kepala, saat melihat seorang laki-laki yang sama sekali tidak bersedia menjual apa yang melekat pada dirinya.
***
Akandra memasuki tempat parkir khusus dokter. Hari ini kebetulan ia membawa mobil, karena tadi pagi hujan deras. Sementara ia harus visit di tiga rumah sakit hari ini. Meski sebenarnya sangat malas membawa mobil dengan alasan efisiensi waktu. Tapi hari ini adalah pengecualian.
Sayang sebuah mobil mewah sudah terparkir ditempat parkir yang biasa bertuliskan namanya. Sementara tidak ada lagi area kosong didekat situ. Dengan kesal ia mengklakson juru parkir yang datang tergopoh-gopoh sambil membawa payung.
"Itu mobil siapa?"