Dua Kuda di Komidi Putar

mirandaseftiana
Chapter #28

Pusara

Kehilangan orangtua bagi seorang anak sama rasanya seperti kehilangan separuh diri sendiri, tanpa pernah mampu temukan ganti.

---

Lily Diandra

 

Kami di sini. Berdiri di bawah pohon flamboyan bulan Februari yang helai bunganya berjatuan memerahkan jalan setapak. Di antara barisan pelayat yang mengantarkan Papa pulang dengan airmata menggenang, dengan iringan langkah yang ditegar-tegarkan. Menyeka air dari sudut mata dengan punggung telunjuk tangan sembari merengkuh bahu Mama dengan gemetar, mengusapnya sebentar lalu memandangi dengan perih dan pedih keranda yang diturunkan perlahan dari mobil ambulance.

"Papa sudah nggak ada, Nak," lirih Mama sembari menangkup tanganku. "Kita cuma berdua sekarang. Saling jaga ya, Sayang? Biar Papa tenang."

Aku mengangguk dengan sudut bibir terkatup ke sela gigi gerigi. Berusaha merejam tangis sekuat hati. Betapa berat menyetujui bahwa Papa sudah pergi mendahului kami tanpa sempat memberi salam perpisahan. Ingin rasanya aku melunasi semua janji yang belum tertepati, tetapi bagaimana bisa kalau selepas salat Jumat ini aku harus rela menyaksikan Papa berkalang papan di bawah gundukan tanah makam.

Napasku terhela tak sempurna sebelum menyusul barisan lelaki yang memanggul keranda menuju liang lahat. Sejujurnya aku tidak punya cukup kekuatan mengiringi keranda dari dekat, lalu memandangi selembar kain beluderu hijau. Kain yang sejak dulu kutakuti, sebab bertuliskan kalimat innalillahi wa inna ilaihi ro'jiun. Kalimat pengakuan bahwa segala milik Tuhan akan kembali kepada-Nya lagi. Kalimat yang membuatku sadar bahwa kita semua hanya dipinjami sementara. Namun sekiranya boleh meminta, aku tentu ingin bisa bersama Papa lebih lama. Nyatanya kita tidak bisa tawar-menawar takdir begitu 'kan?

"Mari, Nak," bisik Ibu Ali seraya menepuk bahuku pelan agar segera melangkah menyusul barisan pemanggul keranda jenazah Papa.

Sementara di sisi kami, sebagian kerabat perempuan membawa talam berisi anyaman pandan dan kembang barenteng yang telah didoakan, juga setomples kaca air bunga mawar serta kenanga. Dari pintu gerbang makam, kami melewati jalan setapak menuju untuk menuju liang lahat. Di sana, dekat dahan-dahan kamboja yang berjajar kusaksikan Ali ikut memanggul keranda bersama Uno, Saka, juga Bapak. Bahu Ali terlihat gemetar. Matanya memerah sembap sejak kemarin malam setelah menerima kabar Papa tidak bisa diselamatkan akibat pecah pembuluh darah di otak. Aku tidak tahu persis apa yang ia bayangkan. Namun aku tahu, hari ini adalah hari paling ganjil bagi kami. Hari di mana aku merasa begitu berat membuka mata, sebab sadar Papa sudah tidak ada lagi di sisi.

***

Di depan tanah merah yang masih basah, selembar kain beluderu berwarna hijau itu dibentangkan, tepat memayungi liang lahat tempat Papa akan beristirahat. Ali, Bapak, dan Uno turut berada di dalam, bersiap menyambut jasad Papa yang terbalut kafan. Saka, Amang Yus, dan Pak Walikota mengangkat perlahan jasad Papa dari keranda.

"Allahuakbar ...."

Airmata yang sedari tadi kutahan kembali rebak ke permukaan ketika Ali mengumandangkan azan dari dalam liang lahat.

 "Allahuakbar," sahut Mama dengan suara terkecat gemetar di pelukan dokter Mariana.

 "Laillaha ilallah ..." tutup Ali seraya menerima kepingan papan dari Pak Bachtiar.

Perlahan gundukan tanah merah diturunkan oleh Amang Yus, Saka, dan para penggali kubur. Ali masih di liang lahat bersama Uno dan Bapak, menginjak-injak agar tanah padat. Aku, Mama, dan kerabat perempuan membaca yasin secara terus-menerus hingga prosesi pemakaman selesai.

"Sak, pelepah daun kelapanya mana?" teriak Uno usai menancapkan kambat pada bagian kepala dan kaki Papa sebagai nisan sementara.

"Buat apa?" Ali menimpali dengan tatapan bingung.

"Buat nupin makam," jawab Uno singkat.

Aku membaca gelagat sentimen Uno pada Ali. Beruntung ada Saka yang berusaha menengahi.

"Adat di sini, Li, ikut kebiasaan nabi Muhammad yang naruh pelepah daun kurma di atas makam. Katanya pelepah daun itu akan selalu berzikir buat si mayit sampai dia kering," terang Saka menangkan keadaan.

Lihat selengkapnya