Apa yang bisa dipercaya dari mulut orang yang berkata ingin menenggakan hukum, padahal hanya menggunakan untuk kepentingan pribadi belaka?
---
Ali Nata Negara
"Istirahat di tempat, grak!" komando Bang Rivlan lantang. "Semangat pagi!"
"Pagi! Pagi! Pagi!" sahutku dan sebelas anggota polisi orang lainnya. Masing-masing dari kami mewakili anggota Reskrim Polda, Polresta, Polsek, polair, dan Brimob.
"Baik, rekan-rekan sekalian, sebagaimana informasi yang telah disampaikan oleh pihak intelejen bahwasanya ada pelaku pembunuhan DPO yang sedang bersembunyi di Desa Berangas, maka Kapolda memberikan perintah kepada saya selaku kasat reskrim polresta Banjarmasin untuk melalukan penyergapan. Semua siap melakukan tugas?"
"Siap, Komandan!"
Bang Rivlan mengangguk samar. "Operasi penyergapan akan dipimpin oleh IPTU Ali Nata Negara. Silakan dipaparkan strategi kita, IPTU Ali."
"Terima kasih, Komandan," sahutku tersamar masker hitam yang membelit nyaris seluruh wajah. "Berdasarkan informasi demografis yang saya terima dari IPDA Reza selaku Kanit Reskrim Polsek Banjarmasin Utara, lokasi tersangka saat ini ada dalam sebuah rumah kosong dekat Puskesmas Berangas. Belakang rumah ini sungai. Sehingga nanti tim akan dibagi menjadi tiga, tim Alpha yang dikomandoi oleh IPDA Reza akan didrop menggunakan mobil, saya bersama tim Bravo yang terdiri dari anggota polair akan masuk melalui pintu belakang dengan jalur sungai, dan tim Charlie dengan komandan AKP Darius Silalahi akan bersiaga di atap puskesmas bersama sniper kita. Mengerti?"
"Siap, mengerti!"
"Go!"
Seluruh anggota tim berangkat dalam satu waktu tetapi terpisah kendaraan. Begitu kata go terucap, kami tidak lagi saling menyapa, hanya saling mengawasi dan menjaga. Sejujurnya aku kurang tidur sejak Erlan meminta bertemu dengan Lily dua hari yang lalu. Malam setelah tahlil seratus hari Giandra, aku bergerak menemui Bang Rivlan untuk menyampaikan perkembangan DPO Polresta ini. Pasukan sudah bergerak ke lokasi sasaran untuk memetakan area yang mesti diterjuni. Aku meminta Lily mengulur waktu sampai strategi penyergapan cukup matang.
Jelas bukan hal gampang terlebih ia menjadi umpan dalam upaya menangkap pelaku pembunuhan. Secinta-cintanya Erlan terhadap Lily, pada kondisi terdesak nanti siapa yang tahu ia akan berbuat apa? Aku tidak mau ambil resiko. Sebuah kesepakatan kubuat pada Brigjend Waluyo bahwa last resort -menangani kasus dengan senjata- hanya boleh muncul jika mediasi tidak mencapai titik temu lebih dari dua jam. Beliau setuju meski sedari awal aku tahu mengantar Erlan ke meja pengadilan takkan menyembuhkan luka kehilangan Melati pada dirinya. Kematian yang begitu tragis memang.
Mobil berpisah di pertigaan jalan. Tim Bravo berhenti di bawah jembatan yang menghubungkan Banjarmasin dan Barito Kuala. Ada speed boat milik polair Polda Kalsel yang telah bersiaga. Aku bersalaman dengan nakhoda. Ia sudah paham area yang kami tuju. Polair juga sudah mengerti menyamarkan penyergapan dengan meminta beberapa kelotok hilir mudik.
"Bravo, monitor," suara Bang Darius mengisi HT yang kupegang. "Posisi?"
"Boat hampir merapat di dermaga."
"Copy. Posko sniper melaporkan untuk tersangka terlihat makan dengan target di ruang tengah. Selanjutnya menunggu perintah."