DUA MUSAFIR: Dialog

Arthur William R
Chapter #2

BAB 1

Sejak aku meninggalkan kota dan teman-temanku, aku sekarang telah hidup tanpa kenyamanan lagi. Meskipun baru beberapa hari aku berjalan dan rasanya memang sangatlah panas. Aku juga pernah membaca mengenai pemanasan global akibat efek rumah kaca. Es-es di kutub telah mencair di masa ini, flora dan fauna juga jumlahnya semakin berkurang, lalu semua itu telah terjadi di masaku.

Sekarang adalah masa depan di tahun 3030. Dunia telah berubah, tak lagi seperti kehidupan masa lalu, hewan telah sebagian besar punah karena tak sanggup menghadapi cuaca ekstrim. Orang-orang di kota lebih banyak beternak dengan hewan yang memang telah sering dikonsumsi seperti, ayam, sapi, atau domba. Terkecuali untuk burung dan beberapa serangga, mereka masih dirawat agar bisa melengkapi kehidupan di kota, dan juga sebagai penyerbuk tanaman.

Jika ada yang bertanya kota macam apa, tentu saja kota yang dibangun ulang dengan tembok besarnya. Kalian tahu benteng? Nah, seperti itulah tempat tinggalku saat ini. Namanya Logan City, kota modern nan futuristik yang telah dibangun ratusan tahun lalu. Serta secara terus menerus dikembangkan teknologi dan segala pendukungnya. Bukan hanya kotaku, melainkan kota-kota lain yang juga telah diubah agar bisa menghadapi buruknya cuaca.

Manusia di kotaku hidup berdampingan dengan para robot. Para ilmuwan terdahulu, telah menciptakan robot yang akan membantu kehidupan manusia. Robot humanoid yang sempurna, sangat realistis sampai-sampai terkadang sulit untuk membedakannya dengan manusia sungguhan, jika bukan karena gerakan mereka yang sedikit lebih kaku dari manusia. Akan tetapi, aku lebih memilih keluar dari kotaku sendiri, itu pun bukan karena suatu masalah, melainkan keinginanku sendiri yang ingin melihat dunia lebih luas. Ada rumor yang mengatakan bahwa di suatu pulau yang jauh, masih ada hutan dan sedikit hewan yang hidup. Masalahnya, jarak ke sana sangatlah jauh dan harus menyeberangi lautan.

Oh, ya, kami pernah diceritakan mengenai hujan yang turun terus menerus hingga menyebabkan banjir di beberapa tempat, setelah itu datanglah musim kemarau yang panjang, dan membuat segala pohon dan tanaman menjadi kering. Beberapa negara yang berbentuk kepulauan, telah tenggelam akibat naiknya volume air. Gunung berapi juga selalu erupsi dan mengeluarkan lava merahnya.

Sekarang aku pergi tanpa arah, membiarkan diriku dibawa oleh angin saja. Aku tidak takut unuk tersesat, karena memang itulah tujuanku. Banyak kota-kota lama yang terbengkalai di sini, yang sudah ditinggalkan oleh penduduknya menuju kota baru. Hanya tinggal bangunan yang berdiri megah, juga sekumpulan para penyintas.

Saat ini, dunia tidak dihancurkan oleh bom nuklir, melainkan alam itu sendiri yang menghancurkan manusia lebih dulu ketimbang ledakan nuklir itu, energi-energi nuklir pada akhirnya harus dialihkan untuk kepentingan sumber energi bagi kota modern yang telah dibangun. Banyak orang yang putus asa sekarang ini, dengan tak menentunya perubahan cuaca, ditambah lagi saat ini, perusahaan swasta selalu membuang limbahnya ke luar tembok. Alhasil, kehidupan di luar tembok sudah terlihat kumuh layaknya tempat pembuangan akhir. Manusia yang hidup di sini harus menghisap udara yang tidak baik. Pohon banyak yang ditebangi atau telah mati. Sementara di kota baru, mereka menciptakan semacam atmosfer buatan yang melindungi kota mereka dari udara yang tidak sehat, serta cuaca panas yang hebat. Teknologi semacam magnetosfer yang akan memantulkan radiasi berbahaya.

Dalam dua hari perjalananku, aku belum menemukan kota atau bekas kota lama yang bisa ku singgahi. Hanya saja, Kali ini aku bertemu dengan pria paruh baya yang mengenakan pakaian serba putih; tak ada siapapun di tempat ini, hanya terdapat hamparan tanah kering yang luas serta bebatuan di beberapa titiknya. Kesunyian telah membuat tempat ini seakan-akan tidak memiliki ujung. Aku melihat orang itu tengah memandang ke arah langit.

Atau jangan-jangan orang ini telah tersesat dan butuh bantuan? Aku mencoba untuk mendekatinya dan bertanya:

"Halo! Apa yang kau lakukan di tempat ini? Apa kau tersesat?" tanyaku.

Dia tersenyum dan menjawab tanpa menoleh sedikitpun:

"Aku sedang berbicara dengan langit, agar dia tidak menyiksaku."

Berbicara? Apa mungkin orang ini telah berhalusinasi. Aku bertanya lagi untuk memastikan:

"Apa maksudmu berbicara? Aku mempunyai sedikit air jika kau mau, dan kita bisa mencari tempat berlindung bersama."

"Aku sedang berbicara dengan matahari, agar dia tidak membuat kulitku terbakar," katanya. "Apakah air minumnya cukup, Anak Muda? Apakah kamu masih ingin mendapatkan air untuk kamu minum?"

Aku spontan menjawab, "ya!"

"Kalau begitu ambillah air minum milikmu itu, dan kamu akan mendapatkan lebih dari cukup untuk tenggorokanmu sendiri."

"Bagaimana denganmu? Aku melihat kau tak membawa apapun selain pakaianmu yang masih terlihat bersih ini."

"Aku tak butuh apapun, dan tak terikat apapun. Sampai sekarang aku masih tetap hidup."

Di sini, aku berpikir untuk meninggalkan orang ini saja. Namun diriku masih merasa penasaran dengan kedatangannya kemari, tidak mungkin kan, orang ini pergi hanya dengan pakaiannya saja.

"Kau ingin kemana?" tanyaku.

"Ingin kemana-mana!" serunya.

Lihat selengkapnya