DUA MUSAFIR: Dialog

Arthur William R
Chapter #12

BAB 11

Pagi-pagi sekali aku dan Idris telah bersiap untuk berangkat, kami tidak ingin jika Dehan harus menunggu kedatangan kami. Presiden sendiri yang menyetir dan mengantar kami ke pasar. Semalam, ketika kami makan malam bersama, aku baru mengetahui jika Mira masih berusia sembilan belas tahun. Wajahnya sangat manis saat aku pertama kali melihatnya, cocok sekali ketika dia mengenakan T-shirt polo berwarna putih dan celana hitam panjang. Rambutnya dikuncir kuda, dan dengan mengenakan topi yang juga berwarna putih. Itu membuatnya terlihat lebih dewasa. Pada malam itu juga aku tidak sempat untuk mengobrol dengannya lagi, karena setelah acara makan malam itu selesai, aku langsung pergi ke kamarku untuk beristirahat. Lalu dari balkon aku melihat mobil kecil yang membawa diriku siang itu telah melintas kembali. Itu pastilah Mira, pikirku.

Entah kenapa ketika aku melihat perempuan berdagu lancip atau yang memiliki rahang yang memanjang, mereka terlihat lebih cantik. Hanya saja ciri-ciri wanita seperti mereka itu memiliki sifat yang keras kepala. Aku tidak tahu kalian percaya atau tidak, yang jelas, begitulah perempuan-perempuan yang sering kutemui.

"Kamu memikirkan apa?" tanya Idris tiba-tiba.

Aku buru-buru menoleh ke arahnya, tetapi aku tidak ingin menjawabnya. Apa mungkin Idris bisa membaca pikiranku? Entah, semoga saja tidak begitu.

"Bagaimana suasana kota, Oscar, apa kau suka?" tanya Presiden kepadaku.

"Sangat-sangat suka!" seruku.

"Aku yakin kau pasti suka dengan suasana yang nyaman dan sejuk seperti itu. Bagaimana dengan kabar kotamu itu?"

"Terakhir kali aku meninggalkannya, sih, sedikit baik-baik saja. Tapi, aku tidak tahu bagaimana kondisinya sekarang."

"Sedikit, katamu? Apa sedang terjadi masalah?"

"Begitulah, tapi aku tidak tahu apa. Desas-desusnya, sih memang begitu," kataku.

"Aku sendiri sudah lama tidak mampir ke sana. Presiden kalian itu, Henry Northwood, merupakan orang yang sangat terobsesi dengan politik. Mungkin saja itu diwariskan oleh ayah dan ibunya. Ngomong-ngomong, semalam aku bermain catur dengan Idris. Ternyata dia adalah lawan yang kuat, sudah lama aku tidak bertemu dengan orang seperti dia. Sangat disayangkan kalian harus kembali dengan cepat, padahal aku masih belum bisa membalas kekalahan semalam." Presiden tertawa setelah mengatakan itu.

"Anda akan punya banyak kesempatan di lain waktu, Presiden!" balas Idris. "Aku sangat senang bertanding dengan Anda, dan juga terima kasih untuk pelayanannya."

Benar, aku lupa untuk berterima kasih kepadanya, lalu aku ikut mengucapkan terima kasih juga kepada Presiden itu.

Jam delapan pagi kami sampai di pasar kembali, lalu kami berdua mengucapkan salam perpisahan kepada Presiden. Presiden itu telah pergi sekarang. Dan kami melihat mobilnya yang semakin menjauh dari pandangan.

Kami segera menghampiri Dehan, waktunya ternyata sangatlah tepat. Saat itu Dehan tengah merapikan tendanya dan dibantu oleh para robotnya.

"Kalian datang lebih cepat rupanya," kata Dehan yang melihat kami datang.

"Kami akan menolongmu," ujarku.

Pekerjaan bisa selesai dengan cepat jika dikerjakan secara bersama-sama. Barang bawaan Dehan sungguh banyak dan dibutuhkan lima kereta pengangkut barang. Masing-masing robot akan menjaga serta mengendarai kereta itu. Dehan menempatkan dua ekor kuda untuk setiap kereta, sedangkan kami sendiri menumpang di kereta Dehan yang berada di barisan paling depan. Sepertinya saat ini Romeo sedang sibuk berjualan, kami juga tidak perlu mengunjunginya lagi untuk menghemat waktu. Perjalanan akan memakan waktu yang sangat lama, kata Dehan kepada kami. Akhirnya, aku memulai lagi petualangan yang tertunda ini.

"Bagaimana di kota itu, apakah menarik?" tanya Dehan, lalu dia memacu kudanya.

"Sungguh menarik!" jawabku.

Kuda-kuda melaju dengan lambat dan pasti mengikuti perintah tuannya. Kereta yang kami naiki ini adalah kereta pengangkut kain, sementara Idris tengah bersandar pada tumpukan kain itu. Saat kami berjalan meninggalkan kota ini, aku menyempatkan untuk melihat pemandangannya. Kota kecil yang menarik dan tak akan bisa terlupakan olehku.

Tanah gersang kami lalui kembali, tetapi tidak begitu lama sampai kami akhirnya masuk melewati pemukiman kembali. Hanya ada kemah-kemah kecil seperti milik pengungsi di kiri-kanannya. Dehan juga memilih untuk tidak berhenti di tempat ini

"Coba lihat orang-orang ini," kata Dehan. " Mereka hidup di tengah kesulitan yang menyertai, tetapi mereka masih bisa tetap bertahan hidup."

"Mereka ini datangan, ya?" tanyaku.

"Begitulah. Terkadang mereka juga datang membawa kemah-kemah dan berpindah-pindah tempat. Mereka mencari kehidupan yang baik dan membentuk komunitas kecil antar sesamanya. Aku pernah melihat, ketika orang-orang ini saling bertemu dengan rombongan yang lain, maka mereka akan saling bertukar barang-barang tertentu. Apa yang mereka tukarkan bisa saja berupa makanan kering atau benda-benda yang bisa dijual kembali. Tak jarang akan ada perjodohan di antara dua kelompok tersebut, dan sepasang suami istri itu akan memilih ingin ikut rombongan siapa. Atau bisa juga mereka hidup mandiri tanpa terikat lagi dengan komunitasnya."

Lihat selengkapnya