"kenapa kota ini dinamai 'karang'?" tanyaku, saat kami berada di dalam mobil kembali.
"Dulunya tempat ini adalah laut, lalu menyusut secara drastis. Ada batu karang di tempat ini yang tingginya sepuluh meter."
"Sepuluh? Kukira ukurannya lebih tinggi lagi."
"Begitulah. Tapi, jika kita gali kemungkinan akan terlihat berapa tinggi dan besarnya. Hanya saja kami tak pernah mengusiknya, dan batu karang itu ada di tengah-tengah kota ini. Ada satu kota lagi di sini yang bernama Western Rock, kota itu juga berupa kota industri. Mereka memproduksi bahan tekstil dan di sana merupakan sebuah pusat hiburan. Banyak, kok, orang-orang yang bermain casino di sana."
"Wah, berarti kalian memiliki dua kota sekaligus, ya?"
"Tentu, dan ayahku adalah Presiden bagi kedua kota itu. Aku bersekolah di sana, tetapi bukan suatu jaminan juga jika kita akan mendapatkan pendidikan yang baik. Hanya karena itu adalah kota yang besar dan maju. Kau tahu, dulu aku adalah seorang pelajar yang lebih banyak diam dan tak ingin terjun ke dalam banyak organisasi. Sekarang aku hanya mampu menyesali semuanya, kalau saja waktu itu aku bisa menjadi ketua OSIS, mungkin aku akan lebih kritis lagi dengan aturan atau sistem di sekolah itu. Ada satu yang perlu kita ketahui, disaat kita telah melewati masa sekolah dasar dan masuk ke jenjang berikutnya, maka kita telah melakukan sesuatu seperti para politisi, dengan kata lain kita belajar untuk berpolitik.
"Kau tahu, kan, pemilihan ketua OSIS itu sama seperti calon pemimpin negara yang sedang berkampanye dan membuat janji."
"Ya, aku tahu. Kadang aku berpikir tentang mereka yang tidak paham akan pekerjaan mereka sendiri, dan pada akhirnya mereka, ketua dan wakil OSIS itu, hanya akan menjadi pajangan sekolah."
"Itu dia yang kualami saat di sekolah. Sedari muda kita sudah tidak bisa konsisten dengan janji yang kita berikan kepada para pendukung atau pemilih kita. Aku pernah melihat ketua OSIS yang berkampanye tentang lingkungan sekolah, tetapi tidak menerapkan hal yang demikian. Ada juga ketika seorang guru melarang muridnya dengan sebuah aturan, dan malahan guru itu sendiri yang ikut melanggar. Peran OSIS sangat dibutuhkan di sini, mereka akan menjadi penyambung lidah rakyat. Tapi dalam kasus ini adalah lidah siswa.
"Perlunya juga OSIS harus diikut sertakan ketika membuat aturan baru di sekolah. Meskipun kita tahu jika para pelajar itu tidak akan bisa langsung mengerti. Maka dari itu, tugas guru harus mengajari muridnya untuk bisa aktif berdiskusi dengan gurunya sendiri, agar mereka tidak canggung jika harus ikut rapat bersama para guru yang lain. Peran OSIS di sekolah tidak bisa lagi hanya menjadi pajangan semata, meskipun tidak semua sekolah seperti itu. Tapi banyak yang seperti itu."
Mulai terdengar olehku suara-suara hewan saat kami memasuki sebuah gerbang lagi. Kali ini gerbangnya berbentuk gading gajah yang berdiri di kiri-kanan lalu melengkung. Ada para petugas yang sedang sibuk membawa makanan berupa pisang atau rumput-rumput segar.
"Kalian melakukan semua ini?"
"Ya, tentu saja. Sebenarnya bukanlah hal yang mudah untuk mengkloning seekor hewan yang telah lama punah, apalagi jika hewan itu sudah ribuan tahun hilang dari bumi. Kami juga menemukan hewan purba yang mati membeku di dalam es. Saat semua es-es itu mencair, ada beberapa mumi hewan yang terlihat. Kami secepat mungkin untuk membawanya agar tidak membusuk. DNA mereka kami gunakan untuk membuat kloningan yang serupa."
"Apakah bisa untuk manusia? Membangkitkan nenek moyang kita, mungkin?"
"Wah, aku tidak tahu kalau soal itu. Kami hanya berfokus pada hewan yang telah punah. Coba lihat di sana, ada dua pasang orang utan."