DUA MUSAFIR: Dialog

Arthur William R
Chapter #17

BAB 16:

Kemungkinan, ini akan menjadi kisah akhirku jika aku berhasil sampai di sana. Aku tidak tahu seberapa besar arti dari perjalanan ini, jika aku harus mengakui, aku merasa tindakan yang kuperbuat hanya seperti dilakukan oleh kesembronoan belaka. Hasrat yang menggebu-gebu terhadap sesuatu hal. Aku masih bisa bersyukur akibat petualangan yang kujalani bisa membawa diriku bertemu dengan segala macam orang baru. Aku mulai menyadari segalanya, disaat aku pergi seorang diri tanpa teman, aku mulai bisa berpikir lebih baik dari sebelumnya. Jalanan telah berganti dengan rerumputan coklat dan siang hari terasa begitu lebih baik. Awan-awan tebal yang berarak di langit telah meredam panas dari cahaya bintang besar itu. Dari kejauhan terlihat sebuah bukit menjulang dan memanjang ke kiri dan kanannya. Bukit yang terlihat hitam dan berbatu, seperti yang Dehan katakan.

Lagi-lagi aku bertanya-tanya mengenai rasa penasaran dan kegiranganku. Apa penyebab aku sanggup berjalan jauh dalam keadaan nekat dan tanpa arah. Lalu takdir, atau apapun itu namanya, telah menuntunku sampai ke jalan ini. Apakah pertanyaan-pertanyaan ini bersumber dari rasa kebanggaan dan rasa tidak percaya akibat berhasil menemukan apa yang kita cari? Rasanya seolah-olah aku telah menjadi orang linglung yang tidak tahu akan sesuatu hal. Lalu pada akhirnya, pertanyaan-pertanyaan itu mengerucut menjadi kecemasan tersendiri yang menyerang otakku secara mendadak. Ya, sesuatu yang datang tersebut mengenai pesimisme tentang ada tidaknya, atau, apakah pohon-pohon itu masih ada dan masih bertahan? Atau jangan-jangan pohon-pohon di sana sudah mati sejak lama? Tebakan demi tebakan yang menumpuk telah mengganggu langkah cepat kakiku. Aku juga merasa kalau hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar, sanggahku terhadap pikiranku sendiri. Semua orang pun pasti akan merasakan sedikit gelisah pada tubuhnya. Jika aku harus kecewa, maka bukan berarti aku akan berhenti untuk melakukan perjalanan kembali. Aku hanya perlu untuk berjalan lebih jauh lagi dan berharap lebih besar lagi agar bisa menemukan sesuatu yang lebih baik lagi. Lagi pula, perjalanan ini telah banyak memberikanku pengalaman yang berarti ketimbang hanya masalah kecewa atau tidaknya. Dan pada akhirnya, pikiran-pikiran ini kembali lagi dalam bentuk absurdnya. Akan tetapi aku segera menyanggahnya, karena aku tidak ingin memberatkan pikiranku sendiri dengan sesuatu yang belum jelas kejadiannya.

Tempat ini dulunya pasti merupakan sebuah ladang yang luas, pikirku. Aku melihat ada sebuah pondok berukuran sedang di tengah tempat ini, pondok dengan atap berwarna oranye terang, yang kelihatannya bangunan tersebut terbuat dari kayu, dan lokasinya yang lapang serta petak-petak tanah dengan jalan setapak yang kecil, telah meyakinkan tebakanku. Sekalipun aku tidak tahu perihal apa yang ditanam di tempat ini, aku sendiri tidak hendak untuk singgah dan melihat pondok tua tersebut, ya, aku kira pastilah itu merupakan sebuah pondok tua, dan hanya akan menghabiskan waktuku secara percuma. Aku berjalan lurus dengan pasti, angin yang bertiup lembut telah membuat suasananya terasa sejuk, aku tersenyum karena meresapi kebahagiaannya. Bahkan aku bisa merasakan kalau bukit itu sekarang ini sedang menunggu kedatanganku, mungkin itulah kenapa suasananya sangat mendukung dan tidak menyiksa seperti hari-hari biasanya. Semakin mendekati dan semakin jelas terlihat bebatuan besar yang ada di sana. Sekalipun aku sudah setengah perjalanan, tetapi aku merasa belum melihat pucuk-pucuk pepohonan dari tempat itu, atau mungkin pepohonannya terdapat di balik bukit? Atau barangkali terdapat hutan kecil di bawah kaki bukitnya, serta terdapat penduduk yang merawat mereka, pikirku. Itu mungkin sebuah pemikiran yang terlalu jauh, tetapi setidaknya aku mengharapkan sesuatu yang baik untuk sekarang ini. Jantungku sendiri terasa berdebar saat memikirkan ini semua. Aku merasa sedikit gugup, yang mungkin dihasilkan oleh rasa takut akan kecewa pada akhirnya.

Lihat selengkapnya