Aku berpikir sejenak untuk mencari pertanyaan yang tepat, tetapi sebelum itu, ternyata aku melihat ada seorang perempuan yang berjalan ke arah kaki bukit. Dia meletakkan sesuatu di sana, lalu setelahnya orang itu pergi kembali menuju perkampungan yang padat itu. Jacob menjelaskan jika itulah rezeki miliknya, dan dari makanan para warga itu jugalah kebutuhanku saat sakit terpenuhi. Meskipun aku sendiri masih memiliki beberapa makanan tersisa di dalam tas. Jacob ingin turun ke sana, aku segera mencegahnya dan menawarkan bantuan untuk mengambilnya. Saat sampai di bawah, ada tiga orang lelaki yang bergegas ke arahku sambil melambaikan tangannya. Aku menyapa balik mereka, lalu mereka bertanya tentang diriku dan apa hubungannya dengan orang gila itu, yang tentu saja dimaksudkan untuk menyebut Jacob.
"Jacob anak Abram, dia dahulunya merupakan warga kami. Tapi setelah itu dia mengasingkan diri atas pilihannya sendiri," kata mereka setelah aku menjelaskan siapa diriku. Aku bertanya kenapa, lalu mereka menjawab. "Ayahnya merupakan tukang onar di tempat kami. Sikapnya kasar dan senang sekali berkelahi, bagaimana orang lain bisa suka dengannya!? Padahal kakeknya, Abimalek, adalah orang yang ramah dan baik."
"Lalu bagaimana dengan sikapnya?" Potongku, sambil menunjuk ke arah Jacob dengan kepala.
"Oh, tentu saja dia mewarisi sifat kakeknya. Mungkin juga dia merasa bersalah lalu mengasingkan dirinya di gua itu."
"Kenapa dia dipanggil kera gila?"