Kemudian aku menarik selimut, mencoba memejamkan mata ini untuk tidak terlalu larut dalam sebuah arti kerinduan yang sangat berarti bagiku saat bersamanya kemarin. Lelapnya tidurku, tidak sengaja mimpikan dirinya terlintas dalam tidurku bahwa kalau ia sudah melupakan aku disini. Aku begitu sedih mendengarkan kabar dari teman-temanku, kalau ia memang sudah melupakanku disini. Aku tak bisa berkata apa-apa yang ku hanya bisa cuman meneteskan air mata ini dipipiku, ketika mendengar hal buruk itu barusan dalam mimpiku. Hingga aku terbangun, bantalku sudah terselimuti dengan linangan air mata. Betapa tak berdayanya aku bila hal ini, menjadi kesungguhan, kuharap kau disana memang benar-benar tak melupakan aku disini dan aku sayang kamu, semoga kamu juga merasa apa yang aku rasakan saat ini karna rasaku juga rasamu. Lalu aku usap air mataku, aku lebarkan senyumku ini menatap langit yang kian mulai benderang siap menemani hari-hariku walau tak bersamanya disini. Aku langsung pergi ke kamar mandi tuk meluapkan segala kerinduanku di bawah shower didukung dengan air yang sejuk menerpa keseluruh tubuhku. Setelah itu, aku membereskan dan membawa beberapa buku untuk hari ini kemudian aku turun kebawah menyapa orang-orang termanis dalam hidupku diiringi dengan canda tawa di meja makan.
Tepat pukul setengah tujuh pagi, aku siap berangkat ke sekolah bersama ayahku dengan mobil kesayangan ayah yaitu Fortuner warna hitam. Ayah itu, orangnya juga asyik tapi banyak keselnya. Karena kalau sudah di mobil, ayah selalu membahas topik tentang Adi. Ayah selalu tanya samaku, gimana kabarnya Adi sekarang? Gimana dia disana? Dan bla…bla…bla… aku yang mendengarnya sedikit terganggu, soalnya komunikasi dengan dia sudah tidak ada lagi. Aku telepon via wa atau operator tidak pernah diangkat. Jadi saat ayah bahas soal Adi, kerinduanku muncul lagi plus diiringi dengan kekesalanku kalau aku telepon dia tidak pernah diangkat.
“Udahlah yah, ga usah bahas-bahas Adi lagi..!”
“Lah, emang kenapa? Kalian kan sahabat, bahkan sahabat dari kecil. Wajar ayah tanya kabar dia disana.. kalian kelahi?”
Aku menghela nafas dan sabar menghadapi sifat ayah yang belum mengerti perasaan
anaknya sekarang ini. Untuk menyembunyikan keselku, aku menoleh kearah jendela kaca mobil. Ayah terus bertanya.
“Nadia, ayah tanya ada apa Nadia sama Adi?”
Tatapanku tetap kearah jendela kaca mobil..
“Ayah juga pernah kok berada diposisi kamu saat ini …”
Aku segera menoleh ke arah ayah yang tetap fokus ke jalan sambil ayah mencoba tuk mengertikan posisi aku saat ini.
“Emang ayah dulunya kayak mana sih sama sahabat ayah?”
“Sebenarnya bunda kamu itu sahabat ayah dulunya."
“ Hah! Jadi, sahabat itu bisa jadi cinta ya yah?”
Ayah mulai menceritakan kisah kasihnya waktu itu dan tidak ada sedikit pun kepikiran beliau kalau bunda adalah wanita terakhir yang diciptakan untuk ayah. Sejauh ayah bercerita, ternyata cerita ayah sangat persis dengan kisah aku dan Adi tapi bedanya aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengan dia…
“Jadi, kalau Nadia rindu itu wajar karena kalian kan dipisahkan oleh jarak tapi hati tidak pernah dipisahkan oleh jarak kan. Kalian itu masih sahabat cuman tidak bersama-sama lagi seperti dulu tapi yakin pasti ada saatnya kalian berkumpul seperti dulu.” Ayah menguatkan hatiku yang diselimuti dengan rindu yang hanya didalam hati.
Aku hanya menundukkan wajah ini, untuk mencoba menguatkan rasa rindu ku ini padanya.