Pukul 23.00 WIB
Seorang perempuan dengan mata berbinar menatap seseorang yang ia jadikan mainannya. Dengan perban di dahinya, ia menatap lelaki yang selama ini berusaha untuk mendapatkan perhatian darinya. Kinan menatap setiap luka yang sudah ia ciptakan. Lebam memenuhi wajah lelaki yang ia kenal dengan nama Dirga.
Dengan senandung yang ia nyanyikan, Kinan memainkan pisaunya di atas tubuh Dirga. Kulit-kulit Dirga ia angkat perlahan-lahan dan ia jejerkan di samping tubuh yang sudah mulai kaku. Kepala perempuan dengan rambut yang sudah ia lepaskan ikatannya itu bergerak ke kanan dan ke kiri.
Setelah selesai menguliti kaki, Kinan berpindah pada tangan Dirga yang penuh dengan luka sayat dan lubang di telapaknya. Pisau itu kembali menari-nari sampai kulit tanganya terlepas.
Ia tersenyum sinis menatap kebodohan mayat di depannya. Perhatiannya selama ini Kinan manfaatkan untuk menemukan korban dengan cepat. Sesuai rencananya. Tawa Kinan menggema, bersama dengan tangannya yang mengeluarkan mata Dirga. Mata kecil kinan menatap dalam-dalam bola mata itu. Ia meletakkannya dengan hati-hati di dekat jejeran kulit Dirga.
Kinan beranjak, ia kembali ke laptopnya yang sudah dipenuhi noda darah. Ia mengetik setiap hal yang ia perhatikan, seperti yang ia lakukan setiap kali bermain. Setiap kali menunggu sasarannya meregang nyawa, penulis itu menunggu sambil merangkai kata demi kata di layar laptopnya. Setiap kali ia usai membunuh seseorang. Setiap kali ia membersihkan jejaknya. Setiap rencana yang akan ia lakukan hingga langkah yang telah ia lakukan. Baginya, itu adalah petunjuk permainan. Siapa tahu, ada yang mau bergabung, pikirnya.
Tangannya berhenti sejenak, kemudian menatap bonekanya. Ia tertawa. Tangannya kembali bergerak di layar.
Perempuan itu bangkit dari kursi singgasananya.