Dua Rasa

Ali Wardani
Chapter #4

Pulang Antar

MALAM semakin larut. Dingin semakin menusuk. Angin berhembus menembus tulang rusuk. Suasana Lapangan Pancasila yang tadinya riuh rendah berubah seratus delapan puluh derajat: sunyi dan sepi. Seekor kumbang badak hinggap di dahan kecil sebuah pohon trembesi besar tepat di pinggir lapangan. Kumbang itu diam memandang sepasang individu yang tengah duduk di sebuah bangku tepat samping pohon yang dihinggapinya. Pasangan itu tampak menikmati suasana malam yang tenang dan bersahaja.

“Saya mau pulang, kalau kau?” kata Cukka berdiri. Canik yang masih duduk di bangku tampak bingung dan menatap Cukka lamat-lamat. Cukka yang melihatnya langsung mengerti bahwa Canik sedang butuh bantuan untuk kembali ke rumah sakit.

“Kalau mau menginap, di rumahku saja dulu. Besok kuantar balik ke RS, karena kalau sekarang sudah terlalu malam,” lanjut Cukka.

“Tapi..,” jawab Canik ragu. Ia takut jika Cukka adalah orang yang jahat. Walaupun sebenarnya, menurut penilaiannya Cukka tidak terlihat mencurigakan. Sebuah reaksi normal bagi seorang perempuan.

“Hahaha! Jammoko[1] takut, ada kakak perempuanku di rumah. Nanti kau tidur dengan dia. Lagian, tidak ada untungnya buatku berbuat aneh-aneh,” kata Cukka sembari tertawa. Ia membaca pikiran Canik yang takut. Sedang Canik yang mendengar celetukan Cukka berubah merah wajahnya dan alisnya bertemu. Ia lekas mencubit lengan Cukka dengan keras, keras sekali. Sebuah cubitan yang menyakitkan, bentuk kasih sayang sekaligus pembalasan atas kata-kata Cukka.

“Aduh, sakit!” rintih Cukka mengusap-usap tangannya yang merah dengan bekas cubitan Canik.

“Biar saja kalau sakit, masih mau?” kata Canik mengerutkan bibirnya ke atas. Ia mengancam Cukka untuk tidak menjahilinya lagi.

“Ampun, Bos! Ayo balik, sudah larut malam ini!” lanjut Cukka berjalan meninggalkan Canik. Melihat itu, Canik langsung mengejar Cukka. Ia menerima tawaran Cukka untuk menginap di rumahnya malam ini. Lagipula, Cukka tidak terlihat seperti orang jahat baginya. Selain itu, Canik pun tak memiliki pilihan lain selain menginap di rumah Cukka malam ini. Alasannya karena sudah terlalu larut malam. Akan sangat sulit bagi mereka diberi izin memasuki rumah sakit. Mereka‒Canik dan Cukka‒pulang dengan menyusuri sebuah jalan kecil di sisi barat Lapangan Pancasila. Rumah Cukka berada 500 meter melewati jalan kecil itu.

*

Buacik berjalan menuju sebuah kursi dengan meja kayu di depannya. Meja dan kursi itu tampak bersih dan terawat, sangat indah dengan posisinya di sudut ruang tamu. Di atas meja kayu terlihat dua tangkai mawar plastik berwarna merah muda dalam vas kaca bening. Vas kaca itu sangat seksi bentuknya seperti tubuh model ternama. Jika digabungkan, mawar plastik dan vas bunga tadi tampak seperti karakter Sakura dalam anime Naruto. Beberapa centimeter di sampingnya tergeletak sebuah buku antologi puisi. Buku itu terlihat misterius, sama misterius dengan warnanya yang hitam. “Diamorfosis” judul buku yang misterius itu.

Lihat selengkapnya