“SIAPA namanya?” tanya dokter padaku. Ia lupa menulis namaku dalam daftar pasiennya.
“Sidik! Ahmad Sidikin [1]!” jawabku singkat. Dokter itu pun menulisnya.
“Jadi, Dok! Saya cuma flu kan?” tanyaku lagi memastikan penyakit yang kuderita semenjak baru sampai di Palopo beberapa hari yang lalu.
“Iya, minum obat saja, sama banyak minum air putih. Sembuh sendiri itu!” jawab dokter muda berkacamata bulat itu padaku. Ia tampak kesal denganku yang sedari tadi terus bertanya.
Aku menghela napas panjang. Kupikir bahwa penyakitku adalah penyakit berbahaya setingkat demam berdarah. Maklumlah, aku merupakan tipikal orang yang cepat dihinggapi pikiran buruk. Baru terkena demam, sakit kepala disertai sedikit batuk, maka pikiran buruk seketika ada di kepalaku. Mulai dari dugaan penyakitku adalah penyakit berbahaya semacam demam berdarah, sampai pada pikiran buruk bahwa aku akan mati. Benar-benar sesuatu yang konyol. Aku merasa malu pada diri sendiri karena bisa sepenakut itu. Padahal jika berurusan dengan aksi tindak kejahatan, kriminalisme lebih tepatnya, aku sangatlah berani. Sebuah keterbalikan yang amat unik. Semacam dua rasa yang bersemayam dalam diriku: penakut sekaligus pemberani.