Dua Rasa

Ali Wardani
Chapter #11

Temu

CUKKA sedang membaca buku di depan rumah ketika ponselnya tiba-tiba saja berdering. Ia pun melirik ke arah ponselnya yang berada di atas meja tepat di samping kanannya. Cukka tahu siapa yang menelepon: rekan kerjanya. Ia berdalih tidak peduli dan tak mau tahu. Entah kenapa malam ini Cukka merasa tak ingin diganggu terutama terkait masalah pekerjaan. Pikirannya malam ini hanya terputar pada tiga hal. Pertama, novel misteri yang sedang dibacanya. Kedua, bulan purnama yang sedang bersinar terang di langit malam yang gelap. Ketiga, seorang perempuan yang mengisi hari-harinya belakangan ini: Canik. Cukka terus memikirkan ketiga hal itu sampai akhirnya ia menyerah juga untuk bersikap tak acuh. Ia mengangkat teleponnya ditemani perasaan malas dan risi. “Mengganggu saja!” kata Cukka dalam hati.

“Halo! Kenapa?” tanya Cukka dengan nada sedikit tinggi.

“Canik masuk rumah sakit!” jawab suara dari ponsel Cukka.

“Apa, serius?” tanya Cukka kaget.

“Serius, baiknya kau cepat ke RS!”

“Oke!” jawab Cukka singkat lalu memutus pembicaraan mereka. Ia sangat khawatir terhadap Canik. Cukka bergegas masuk ke rumah untuk mengambil jaket, helm dan kunci motornya. Ia lantas menyalakan sepeda motornya dan bergegas pergi. Tak ada tujuan baginya selain ke rumah sakit untuk memastikan informasi dari teman kerjanya itu. Jika informasi itu benar, maka pasti penyakit jantung Canik sedang kambuh.

                                                                                       

*

RS Malagah, 21.00 Wita. Cukka sampai dengan jantung yang berdebar tak karuan. Pikirannya menerka-nerka kejadian buruk yang menimpa Canik. Setelah memarkir sepeda motornya, Cukka berlari menuju lobi rumah sakit yang sudah mulai sepi. Ia menemui seorang suster penjaga di sana.

“Maaf, Bu! Bisa bertanya?”

“Iya. Kenapa, Nak?”

“Pasien atas nama Canik, di ruang mana dirawat?”

“Canik?” jawab suster itu sembari membuka sebuah buku biru yang tebal. Suster itu mencari-cari nama Canik dalam daftar pasien rumah sakit. Pada saat yang sama, perasaan gundah menyelimuti pikiran Cukka. Waktu baginya terasa berjalan sangat lambat. Lambat sekali hingga ia kehilangan kesabaran. Tak berapa lama, suster itu menemukan nama Canik.

Lihat selengkapnya