Namanya Arsia Scarlett Pasifik, osis bagian kebahasaan yang biasanya selalu meluangkan waktu untuk menempelkan semua karya puisinya didepan mading sekolah. Kalau dilihat sekilas, ia adalah siswi SMA yang memiliki paras lumayan seperti wanita pada umumnya. Namun, hal yang membedakan Arsia dengan siswi lainnya ialah hanya saja sampai detik ini ia tidak memiliki keberuntungan dalam hal percintaan dibandingkan siswi lainnya.
Percintaannya selalu saja berakhir memilukan, karena setiapkali Arsia jatuh cinta pastilah bertepuk sebelah tangan dan pada akhirnya hanya berakhir cinta terpendam saja.
Namun kegagalan cinta yang terus-menerus itu, tidaklah membuat Arsia menyerah ataupun menutup hatinya untuk merasakan cinta, sebab ia yakin kalau suatu hari nanti seseorang akan membalas cintanya ini dengan jutaan kasih sayang.
Dan hari ini, seperti biasanya Arsia sedang menuliskan puisi di sela-sela jam istirahat sekolah. Tangannya tampak gemulai saat meliuk-liukkan pena itu di atas lembar kertas, beberapa kali ia membaca ulang setiap kata kertas tersebut hingga setiap bait puisi telah usai dibuatnya.
"Akhirnya selesai juga," gumam Arsia yang langsung melepaskan pena hitam itu dari tangannya dan sedikit menyandarkan punggungnya di bangku sambil tersenyum bangga.
Lalu dengan helaan nafas sejenak, ia meraih kertas tersebut dan bangkit dari sana untuk segera menempelkan kertas itu ke mading.
Akan tetapi, saat diambang pintu kelas tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang siswi lain yang tidak lain ialah sahabatnya sendiri. Gadis itu mengerutkan dahinya sambil mengunyah sebuah cokelat batangan, ia seolah-olah sudah sangat paham kemana langkah kaki Arsia akan pergi.
"Mau nempelin puisi ke mading lagi, Sia?" tanya gadis itu.
"Iya dong Maya," jawab Arsia antusias, matanya penuh binaran seolah-olah sedang memperoleh sebuah hadiah saja sampai membuat gadis yang ternyata bernama Maya itu hanya bisa geleng-geleng kepala saja.
"Buruan, ntar lagi masuk kelas soalnya." Maya hanya menepuk pelan bahu Arsia, lalu ia berjalan masuk ke dalam kelas dan membiarkan Arsia pergi berlalu dari hadapannya.
Arsi hanya mengangguk saja, ia berjalan pergi melangkahkan kaki menuju mading yang berada di dekat tangga yang mau menuju lantai dua.
Kakinya tampak sangat ringan, wajahnya tak berhenti memperlihatkan senyuman bahagia karena tak sabar untuk segera menempelkan Kertas puisinya itu.
Dan benar saja, begitu tiba disana. Arsia langsung mencabut beberapa kertas yang sudah tidak penting lagi dari mading dan menggantikan daerah yang kosong itu dengan karya miliknya.
Matanya menatap karya puisi tersebut untuk beberapa saat, sebelum akhirnya ia membalikkan badan untuk pergi dari sana.
Tetapi sialnya, saat membalikkan badan dari sana tiba-tiba ia melihat sesosok tubuh sedang menghadap kearahnya.
Tubuh dari seorang siswa tampan dengan seragam sekolah yang rapi dan wangi, matanya langsung melirik keatas siswa tersebut yang tampak asing untuk diingat wajahnya.
Laki-laki itu memakai kacamata dan sepertinya ia terlalu serius memandangi puisi milik Arsia, sampai tidak memperdulikan Arsia yang ada didepannya.
Dari jarak sedekat ini, Arsia bisa melihat lesung pipi yang tampak jelas di sekitaran pipi kiri Siswa asing itu meskipun ia tidak sedang tersenyum saat ini.
Dan tak lupa juga, suara deep voicenya yang sedang membaca semua untaian kalimat puisi milik Arsia yang baru saja tertempel di mading.
"Ragaku terlalu lelah untuk kembali mengharapkan cinta semu darimu," ucapnya yang tengah membaca salah satu kalimat pada baris puisi tersebut, sebelum akhirnya Arsia menegur siswa asing itu.
"Maaf, boleh pinggir sebentar!" pinta Arsia yang cukup ragu, untung saja dengan cepat Siswa itu menyadari keberadaan Arsia dan langsung melangkahkan kakinya mundur beberapa langkah agar memberikan ruang kepada Arsia.
"Puisi kamu?" tanya Siswa asing itu, ia menatap Arsia dengan tatapan hangat sampai membuat Arsia jadi sedikit salah tingkah.
Kali ini, Arsia bisa melihat jelas wajah tampan dari siswa asing tersebut. Bahkan deep voicenya masih terngiang-ngiang di kedua telinga Arsia yang masih bagus pendengarannya, belum lagi senyuman hangat yang ditunjukkan Siswa itu semakin menambah manis wajah tampannya.
Dan saking groginya, Arsia cuman bisa mengangguk saja tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun dari bibirnya.