Dear Atlantik
Ada banyak kenangan yang masih tersimpan di benakku tentangmu, dan sampai detik ini pula kenangan itu tetap terjaga dalam memoriku.
Aku bersyukur atas kehadiranmu yang memberikan warna-warni asmara dalam kehidupan remajaku kala itu, sehingga untuk kali pertama aku mengetahui bagaimana rasanya dicintai oleh seorang laki-laki sepertimu. Jujur saja, aku tak menyangka kalau garis takdir tampak baik untuk mempertemukan kita saat itu. Layaknya seperti Samudera Atlantik yang terhubung dengan Samudera Pasifik melalui selat Magelhaens, maka aku dan kamu juga saling terhubung satu sama lain melalui barisan puisi yang kurangkai di papan mading sekolah. Dalam beberapa waktu yang singkat itu pula, aku mengetahui banyak hal tentangmu yang mampu mengajarkanku banyak hal. Kamu bukan hanya kekasih pertamaku saja, melainkan kamu juga adalah seorang laki-laki yang mampu mengusik ketenangan pasifikku dengan kemisteriusan Segitiga Bermudamu. Walau pada akhirnya, garis takdir di antara kita mulai terputus seiring berjalannya waktu. Kau pergi dengan membawa semua harapan yang sempat kutitipkan padamu, padahal belum sempat kutagih kembali janji - janji itu.
Oleh karena itu, Atlantikku tersayang. Dalam untaian kata yang kutuliskan dalam buku harianku ini. Aku hanya ingin engkau mengerti, kalau aku sudah mulai baik-baik saja jadi kau tidak perlu lagi merasa bertanggungjawab atas luka yang kuperoleh darimu. Kau berhak bahagia untuk kehidupanmu sendiri, seperti halnya denganku yang mulai bahagia dengannya. Kau mungkin adalah masa lalu yang sangat kujaga erat, tetapi aku tidak ingin terlalu luput mengingat tentangmu sampai aku menyerah untuk membahagiakan diri sendiri dan membuatku sampai tega melupakannya yang sebentar lagi akan menjadi benua yang melengkapi samudraku. Sekali lagi, aku ingin berterimakasih kepadamu dan semua kenangan tentang kita yang sangat indah kala itu.
Salam hangat,
Arsia Scarlett Pasifik