"Ayaaah... Rea mau pulang, tapi sendal Rea gak ada!" teriak Rea kecil memanggil ayahnya.
"Kok bisa gak ada, kamu lupa bawa sendal lagi ya?" selidik ayah, yang segera bangkit dari pekerjaannya memilah koran untuk menghampiri Rea.
"Gak tau, lupa," jawab Rea kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Huh, dasar kamu, lupa pakai sendal lagi!" timpal Ayah yang segera berdiri di samping Rea, seolah memasang posisi.
Rea sudah menduga bahwa Ayah akan memberi tumpangan untuknya, entah itu digendong di pundak atau disuruh menaiki kaki ayahnya dan ikut bergerak mengikuti langkah ayahnya.
"Sini naik," Ayah memberi instruksi kepada Rea supaya ia menaiki bagian atas kaki ayahnya.
Hati Rea sangat senang ketika ayah sangat menyayangi Rea, padahal ia bukan orangtua kandung Rea. Ayah adalah orang yang peduli dan memperlakukan Rea dengan penuh kasih sayang, meskipun tidak ada hubungan darah di antara mereka.
Setiap hari, Rea selalu datang ke rumah Ayah. Baginya, rumah Ayah adalah tempat yang sangat menyenangkan karena di sana ia selalu mendapat makanan, uang jajan, dan perhatian yang hangat.
Tapi di sisi lain, hubungan Rea dengan bundanya sangat berbeda. Meskipun bundanya sangat peduli dengan Rea, namun kepeduliannya terasa seperti terpaksa, mungkin karena Rea bukanlah anak kandungnya. Meskipun begitu, Rea tetap mempertahankan sikap baik hati terhadap bundanya.
Rea ingat betul ketika Ayah sedang mandi, tanpa sengaja ia melihat tangan bundanya merayap di atas pintu kamar mandi. Di sana tergantung celana ayah yang berisi dompet penuh dengan uang.
Bunda kaget melihat Rea sedang memperhatikannya, dan ia langsung menyuruh Rea diam dengan memberi isyarat telunjuk di mulutnya.
Rea kecil hanya bisa menuruti perkataan orang dewasa. Ia tidak begitu mengerti tentang perilaku orang dewasa yang sedang diamati.
Setelah kejadian itu, Rea merasa bingung dan sedikit cemas. Ia tidak tahu harus bagaimana menyikapi situasi yang dilihatnya. Ayah dan bunda adalah orang-orang penting dalam hidupnya, dan melihat bundanya seperti itu membuatnya merasa tidak nyaman.
Hari berikutnya, Rea kembali ke rumah Ayah. Ia tidak bisa menahan rasa penasarannya dan memutuskan untuk berbicara dengan Ayah tentang kejadian kemarin. Dengan hati-hati, Rea memulai percakapan ketika mereka sedang duduk di meja makan, sambil Ayah menyajikan camilan favorit Rea.
"Ayah, kemarin Rea lihat bunda di kamar mandi, dan Rea lihat ada dompet ayah," kata Rea dengan suara lembut, matanya menatap meja.
Ayah berhenti sejenak, lalu menatap Rea dengan lembut. "Oh, begitu ya? Kamu tahu, kadang orang dewasa memiliki cara tersendiri dalam mengatasi masalah. Ada hal-hal yang kadang sulit dimengerti oleh anak kecil seperti kamu," ujar ayah, berusaha memberi penjelasan tanpa menambah kebingungan Rea.
"Tapi kenapa bunda seperti itu, ayah?" tanya Rea dengan penuh rasa ingin tahu.
Ayah tersenyum lembut dan menjawab, "Bunda mungkin hanya mencoba mencari jalan keluar dari masalah yang tidak Rea ketahui. Yang penting adalah kita harus tetap percaya satu sama lain dan saling mendukung."
Rea merasa sedikit lega setelah mendengar penjelasan ayah, meskipun dia masih merasa ada hal-hal yang belum sepenuhnya dia mengerti. Sejak saat itu, Rea berusaha lebih sabar dan memahami, sambil terus menikmati waktu-waktunya bersama ayah yang selalu penuh kasih sayang.