Dua Samudra

Indah lestari
Chapter #13

Pusaran Terorisme #13

"Kalian tidak akan lolos, kami adalah utusan Tuhan, yang akan menghukum kalian karena tidak menerapkan Hukum kitab suci!" tulis salah seorang teroris di akun Facebooknya.

Rea yang tidak sengaja membaca postingan itu merasa bergidik ngeri, terlebih lagi saat ia teringat tentang kasus terorisme yang sedang viral di media berita. Rea menelan ludah, kebingungan menyelimuti dirinya. "Apakah aku menjadi target teroris juga?" gumam Rea dalam hati.

Rea menjauhkan ponselnya dan berusaha menenangkan diri. Lagipula, media sosial adalah tempat umum, seperti jalan raya; siapa pun bisa bertemu secara tidak sengaja. Meskipun begitu, rasa takutnya belum sepenuhnya hilang. Dia mulai bertanya-tanya apakah ancaman itu benar-benar ditujukan kepadanya atau sekadar ancaman kosong. Dalam upaya untuk merasa lebih aman, Rea memutuskan untuk tetap waspada dan melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib.

Hari itu, seperti biasa, Rea diminta oleh Tante Vey untuk membersihkan rumahnya. Dengan terburu-buru, ia menyalakan motornya dan bersiap untuk berangkat. Namun, ancaman yang dibaca dari Facebook membuatnya merasa takut. Untuk pertama kalinya, Rea memutuskan untuk memakai kerudung saat pergi ke rumah Tante Vey.

"Aku harap Tante Vey tidak keberatan jika aku memakai kerudung ini," gumam Rea dalam hati, mengingat Tante Vey adalah seorang non-Muslim.

Setelah tiba di rumah Tante Vey, Rea mengatur napas dan mengetuk pintu. Tante Vey membuka pintu dengan senyuman hangat seperti biasanya. Rea merasa sedikit canggung saat melihat ekspresi Tante Vey yang sedikit terkejut.

"Selamat pagi, Tante. Maaf kalau aku agak berbeda hari ini. Aku hanya ingin merasa lebih aman," kata Rea sambil tersenyum gugup.

Tante Vey mengangguk memahami, "Tidak apa-apa, Rea. Aku menghargai keputusanmu. Ayo masuk, kita mulai pekerjaanmu."

Dengan rasa lega, Rea masuk ke dalam rumah dan mulai bekerja. Selama bekerja, Tante Vey sesekali berbicara dengan Rea tentang topik-topik ringan, yang membantu Rea merasa lebih nyaman dan mengurangi kecemasannya. Meskipun ancaman itu masih membayangi pikirannya, dukungan dari Tante Vey membuat hari itu terasa lebih mudah dijalani.

"Kalau gerah, buka saja kerudungnya," kata Tante Vey dengan nada ramah.

"Iya, Tante," jawab Rea sambil tersenyum.

Tante Vey menatap Rea dengan rasa ingin tahu. "Kamu kenapa tiba-tiba pakai kerudung?"

Rea merasa sedikit canggung, namun menjawab dengan tenang, "Gak apa-apa, Tante. Ini kan memang perintah dalam agama."

Tante Vey mengangguk, tampak menerima penjelasan Rea. "Baiklah, kalau begitu. Semoga kamu merasa nyaman."

Rea merasa sedikit lebih tenang setelah obrolan singkat tersebut. Sambil membersihkan rumah, dia mencoba fokus pada tugasnya dan tidak membiarkan kekhawatiran mengganggu. Saat pekerjaan hampir selesai, Tante Vey datang menawarkan secangkir teh sebagai bentuk apresiasi.

Lihat selengkapnya