Dua Sisi

Amalia Dwiyanti
Chapter #3

Anak Imajinasi

Kau tau? Apa yang paling beruntung dalam hidupku? Aku tidak pernah dimarahi keras ketika aku salah, aku hanya mendapat teguran kecil dari kakekku ketika aku salah, kakekku tidak pernah pergi dari sisiku di setiap kegiatanku. Ibuku? Saudara-saudaraku? Mereka tidak berani memarahiku dengan keras saat aku melakukan kesalahaan, mereka hanya selalu berkata "tidak boleh " dengan muka yang masam. Lain dengan ayahku, ayahku akan membentakku jiga aku melakukan kesalahan. Tapi, tidak masalah bagiku. Karena, ayahku hanya pulang larut malam ketika aku tidur. Meskipun begitu aku tidak pernah menanggapi apa yang mereka katakan, aku selalu membangkang atas apa yang mereka katakan. Hanya perkataan kakekku yang selalu aku patuhi. Apapun perkataannya aku tidak mau menolak semua permintaan kakekku, aku hanya merasa hanya kakekku lah yang mengerti bagaimana aku dan apa mauku.

Aku ingat saat itu sore hari di rumah kakekku, aku si anak lincah yang senang berimajinasi bahkan selalu menelaah semua hal yang aku rasa aku harus tau, aku sedang bermain sendiri di halaman depan rumah, di teras rumah terlihat ibuku dan tanteku yang sedang berbincang dengan gelas teh yang mereka pegang di tangan mereka. Aku yang mengabaikan keberadaan mereka asik dengan duniaku, aku mengayuh sepeda dan berimajinasi sedang berada di atas langit dan mengelilingi semua planet, aku terlarut dalam imajinasiku sehingga aku berbicara dengan boneka yang aku anggap itu teman astronotku saat mengelilingi planet. Ibu dan adik ibuku terus melihatku yang sedang melakukan imajinasi itu.

"Kak? Kok Rere kaya agak idiot ya kak." Ucap tanteku kepada ibuku dengan tatapan sinis kearahku.

Seperti tersambar petir di siang hari. Saat itu umurku baru menginjak 6 tahun. Yang seharusnya aku belum memahami perkataanya kini perkataan itu memasuki hati dan pikiranku. Ditambah ibuku yang hanya menatap kosong kearah ku tanpa membela dan menjawab pertanyaan tanteku. Ada rasa sakit yang berkecamuk saat aku mendengar semua perkataan itu. Bukan kah anak seperti ku masih suka ber imajinasi itu wajar? Ingin aku berteriak. Tapi, aku takut tidak ada yang membelaku. Saat itu kakek sedang tidur, aku tidak mau mengganggunya. Aku hanya bisa melanjutkan bermain dengan tatapan kosong tanpa berbicara. Ingin menangispun aku takut mereka menganggap ini hanya hal biasa. 

-----

Hari semakin sore, matahari sudah akan bertugas untuk menerangi wilayah lain. Aku yang sudah berhenti bermain, membereskan semua mainanku dan segera mencari kakekku, aku harap kakekku sudah terbangun dari tidurnya dan aku ingin menanyakan apa aku benar "Idiot" seperti apa yang tanteku katakan?

Aku segera berlari memasuki rumah dan mencari kakekku yang berada di halaman belakang, aku harap kakekku sudah siap mendengarkan semua pertanyaanku.

Lihat selengkapnya