Kilauan cahaya matahari pagi, menerpa kulit putihnya. Namun, dia tidak peduli. Malahan dia membiarkan rambutnya yang tergerai, melambai-lambai akibat di terpa angin. Hiruk-pikuk kota metropolitan di pagi hari menemani perjalanan Lyra dan Altair ke sekolah.
Karena paksaan sang mama, akhirnya Altair berangkat sekolah dengan Lyra. Gadis itu juga sempat menolak, bahkan meminta untuk di turunkan di tengah jalan. Namun, Altair tidak mau. Sebagai lelaki dia harus bertanggung jawab penuh saat memboncengi seorang gadis dengan motor kesayangannya.
Lyra diam. Kelancangannya tadi malam membuat mereka menjadi canggung untuk sekedar menyapa. Dia tahu jika Altair sebenarnya tidak ingin membahasnya. Namun, karena telat peka dia malah lancang dan membuat hubungan mereka berjarak.
"Thanks ya?" kata Lyra setelah turun. Dia langsung menyerahkan helm yang dipakainya dan pergi dari parkiran.
"Kalo lo mau tau soal Vella, gue cuma punya waktu nanti malam." Ucapan Altair yang tiba tiba membuat Lyra menghentikan langkahnya.
Gadis itu berbalik, tetapi tak didapatinya Altair di sana. Lyra kembali ke motor cowok itu dan menyapu pandangannya ke sekeliling parkiran. Altair juga tidak ada di sana
Apa tadi bukan Altair yang ngomong? Masa sih? Jadi ngeri sendiri gue, batin Lyra. Gadis itu bergidik ngeri. Parkiran masih sepi di jam-jam seperti ini. Dia pun memutuskan untuk langsung ke kelas, tidak peduli jika yang tadi itu Altair atau bukan.
"Eh, itu anak baru yang mirip Vella kan?"
"Iya iya! Tadi dia berangkat bareng Altair loh."
"Kayaknya itu emang Vella deh. Dia pura-pura jadi orang lain kali biar enggak di gangguin sama Libra."
"Bener juga, masa sih ada dua orang yang mirip banget tapi bukan sodara."
"Jangan-jangan itu arwahnya Vella lagi. Si Vella kan waktu itu kecelakaan dan belum sembuh sampai sekarang"
"Maksud lo si Vella ... gitu? Jangan asal ngomong lo."
"Itu Vella kan, ya?"
"Bukan, itu anak baru."
"Eh, anak baru yang mirip Vella itu berangkat bareng Altair, loh."
"Wah parah! Siap-siap deh kena amukan ratu sejagat."
Lyra tidak ingin menulikan telinganya. Walaupun bagi sebagian orang keadaan ini sangat mengganggu, tetapi baginya ini adalah sebuah informasi yang sangat dibutuhkan. Dia ingin tahu bagaimana orang orang memandang Vella dan bagaimana hidupnya dulu. Nama Libra selalu di kaitkan dengan Vella selain Altair. Dia yakin jika Libra mempunyai pengaruh besar dalam hidup Vella.
"Ly!"
Panggilan itu mengalihkan perhatian Lyra. Di depan sana sudah ada Meda dan Ara, menunggunya untuk menghampiri mereka.
"Gue denger lo berangkat bareng Altair ya?" tanya Meda saat Lyra bergabung dengan mereka.
"Iya, kok kalian tau?"
"Apa sih, yang enggak bakalan heboh kalo menyangkut Altair? Semua orang ngomongin lo!" seru Meda antusias seperti biasa.
"Perasaan baru beberapa menit gue nyampe sekolah, beritanya udah nyebar aja. Ini sekolah apa ladang gosip sih?" sinis Lyra menatap keduanya, sebal.
"Kalo lo enggak mau kena gosip, ya, jangan deketin orang yang selalu digosipin," celetuk Ara memperingati.
"Btw, di Sky high si Libra itu terkenal banget ya? Kayaknya dia selalu aja dibicarain." Pertanyaan itu Lyra tiba tiba terpikirkan, dan dia ingin mengetahuinya. Keduanya temannya pun kompak menoleh.
"Sejak kapan nyonya cuek ini peduli sama gosip?" sindir Meda dengan terkekeh, meledek.
"Tinggal cerita apa susahnya, sih?" gerutu Lyra sebal dengan mereka.
Taak terasa, mereka sudah sampai di depan kelas Meda dan Ara. Ketiganya pun memutuskan duduk di bangku panjang, depan kelas IPS tersebut.
"Yang gue tau, si Libra itu ngejadiin dirinya sebagai ratu sekolah. Selain terobsesi sama gelar itu, dia juga terobsesi sama Altair. Lo tau sendiri kan, Altair itu siapa? Rajanya Sky high. Makanya dia selalu pengen berdampingan sama Altair." Penjelasan dari Meda belum membuat Lyra merasa puas. Dia pun beralih menatap Ara, memberi kode jika sekarang gilirannya.
"Libra kalila, dia itu selalu jadiin Vella kacungnya. Bukan cuma karena Vella dekat sama Altair, tapi juga karena cewek itu terlalu polos dan mudah di bodohin. Mau-mau aja diperalat sama Libra. Gue juga pernah liat mereka nyuruh Vella bawa tas mereka lah, bersihin sepatu mereka lah. Terus pesenin makanan mereka. Belum lagi di permaluin di depan anak Sky high. Miris sih."
Lyra semakin geram dengan perlakuan Libra terhadap Vella. Tangannya tergepal kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Wajah gadis itu yang putih juga otomatis memerah karena menahan amarah yang membuncah di hatinya. Meda dan Ara yang melihat itu pun langsung panik. Berkali-kali mereka memanggil Lyra dan menanyakan keadaan gadis itu. Namun, Lyra diam. Dia masih berusaha meredam amarahnya pada Libra.
"Ly, Lyra! Are you oke? Jawab dong Ly." Meda mengguncang bahu Lyra pelan. Gadis itu pun akhirnya sadar dan menghela napas panjang.
"Gue enggak bisa biarin ini terus berlanjut. Secepatnya Libra harus dapetin ganjarannya."
Dengan kasar Lyra beranjak dari duduknya. Dia pergi Bersamaan dengan suara bel masuk, sehingga Meda dan Ara tak dapat mengejarnya. Mereka khawatir dengan keadaan Lyra yang tampaknya sangat tersulut emosi. Mereka sangat mengenal Lyra, gadis itu orang yang nekat.
oo0oo
Lyra duduk diam di kursinya. Tidak mendengarkan penjelasan guru di depan. Bahkan tidak menyalin catatan di papan. Mood-nya sedang hancur setelah mendengar cerita tentang Libra tadi pagi. Gadis itu seolah bisa merasakan setiap sakit yang diterima oleh Vella. Kini yang dia lakukan hanyalah duduk dengan tatapan kosong. Sampai membuat Sagitta, yang duduk di sampingnya mengernyitkan dahinya bingung.
Yang dia tahu, Lyra gadis yang cerewet dan membicarakan apa saja. Diam bukanlah dirinya, saat melihat Lyra seperti itu membuat Sagitta bertanya-tanya. Masalah apa yang sedang temannya ini hadapi?
"Baiklah anak-anak karena waktunya sudah habis, kalian lanjutkan catatannya di rumah. Inget! Minggu depan harus sudah selesai, karna ibu mau melihat siapa yang tidak menyalin catatan."