Melupakanmu
Tak akan mudah bagiku
Selalu kucoba namun aku tak mampu
Membuang semua kisah yang telah berlalu
Di sudut relung hatiku yang membisu
Kumerindukanmu
(Adera – Melewatkanmu)
Jo bangun dari atas kasurnya kemudian berjalan menuju jendela. Perlahan jemarinya menyibak tirai dan mengundang mentari masuk hingga menyentuh lanti. Dari balik jendela matanya menangkap sekelompok gadis sedang sibuk dengan aktivitas rutin mereka. Hanya satu yang tampak berbeda. Dan yang satu ini memang selalu terlihat menonjol. Saat gadis lain sibuk dengan berita terhangat, gaun terbaru, tas bermerek yang limited edition, atau bahkan sosok lelaki idaman, gadis yang satu ini masih saja setia dengan dua benda yang melekat di tubuhnya. Buku dan musik.
Entah beruntung atau malah sudah ditakdirkan, yang pasti menurut perkiraan Jo, sahabatnya sudah memilih orang yang tepat. Jo adalah orang yang menilai seseorang dengan perspektif yang berbeda. Mata tajamnya akan melebur bersama hati saat melihat ada yang berbeda dengan seseorang dalam pandangannya.
Hal serupa juga terjadi beberapa tahun yang lalu saat hatinya menghasilkan getaran yang berbeda ketika bertemu dengan Liana. Dan tebakannya tidak pernah salah. Hatinya tidak pernah keliru. Liana adalah sosok yang berbeda dari gadis kebanyakan yang pernah ditemuinya.
Namun sekarang semua kandas. Entah mengapa dia tidak ingin menjadi pihak lain yang tiba-tiba hadir dalam kehidupan yang sudah dipilih oleh Liana. Bukannya pemuda itu ingin mengakhirinya begitu saja tanpa berusaha untuk mewujudkan mimpi lamanya. Namun Jo hanya teringat pada Adrian. Mungkin dia harus memberikan sedikit kebahagiaan pada pemuda itu dengan tidak mengusik hubungannya dengan Liana. Adrian begitu mencintai Liana demikian sebaliknya. Hal tersebut dilihatnya dari cara keduanya mengungkapkan rasa itu. Berbeda namun sampai ke hati. Sama seperti lagu yang dibawakan sangat bagus oleh penyanyinya lewat penghayatan yang menyentuh. Demikian cara keduanya, ada cinta dalam setiap laku mereka dan Jo tidak ingin merusak apa yang sudah tercipta meski hatinya terluka.
Kali ini dia harus bersiap patah hati hanya untuk keutuhan sebuah harmoni. Jo yakin tindakannya ini sudah sangat tepat.
***
“Bagaimana hasil pertemuan lo dengan sosok misterius tempo hari?” Ed muncul di gazebo dengan dua gelas susu cokelat. Asapnya masih mengepul dan mulai terlihat meliuk di udara.
Jo hanya membalas dengan senyum kecut seraya menerima satu gelas susu yang dibawakan oleh Ed. Mereka berdiam diri hingga beberapa lama. Tidak ada pembicaraan. Mendengar pertanyaan Ed, Jo jadi teringat Liana. Lagi dan lagi. Melupakan gadis itu bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi dia muncul kembali secara tak terduga. Kemudian Jo mengetahui sebuah kenyataan pahit jika gadis itu tidak lagi sendiri.
Sementara Ed sedang sibuk dengan telepon seluler dalam genggamannya. Sesekali pemuda tampak tersenyum seperti manusia kurang waras. Ed tidak berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang baru saja diajukannya pada Jo.
“Kenapa lo malah diam?” tanya Ed. Matanya masih fokus pada ponsel.
“Lo tahu siapa seseorang yang gue temui tempo hari?”
“Justru itu yang ingin gue tahu. Knapa lo malah balik bertanya? Menurut gue, segelas susu hangat sudah cukup untuk membuat lo bicara,” ketus Ed.
“Jadi gue disogok ceritanya?”
“Sebenarnya gue nggak sengaja. Gue hanya berpikir kalau lo butuh gizi. Lo butuh kekuatan menghadapi apa yang terjadi,” kata Ed.
Jo mengangkat gelasnya kemudian menghalau asap yang masih mengepul di gelas. Detik berikutnya pemuda itu menyesap susu dalam gelasnya, perlahan. “Gue tidak yakin apa tanggapan lo jika gue ceritakan apa sebenarnya yang terjadi.”
“Apa pun, Jo! Bukankah selama ini tidak ada rahasia yang tersembunyi di antara kita? Tanpa sengaja lo dan gue telah masuk dalam lingkaran kehidupan yang sama, meski terkadang cerita kita tak sama tapi gue yakin jika itu hanyalah pelengkap dari perbedaan ini,” ucap Ed.
“Gue bertemu dengan Liana. Sosok yang gue lihat duduk di kafe Adrian waktu itu adalah Liana, Ed,” ungkap Ed.
Ed meletakkan gelasnya di atas meja. Keinginan untuk meminum hilang seketika. Bahkan ponsel yang sedari tadi membuatnya sibuk diletakkan begitu saja di samping gelasnya. “Terus, apa yang terjadi?”
“Gue ngobrol banyak dengan dia.”
Senyum bahagia mencuat di bibir Ed, bahkan matanya membulat sempurna. “Lalu?”
“Dan gue harus mengetahui sebuah kenyataan pahit.”
Senyum di wajah Ed sirna. Dahinya mengerut dan matanya mengecil drastis. “Kenyataan pahit apa yang lo maksud kali ini?”
Ada keraguan yang muncul seketika dalam benak Jo. Terus terang adalah sesuatu yang bisa melegakan hatinya saat ini. Setidaknya luka hatinya akan sedikit menghilang saat dia berbagi dengan orang lain. Akan tetapi, siapkah Ed mengetahui jika Jo berkata yang sebenarnya?
“Lo menyembunyikan sesuatu dari gue?”
Jo tertawa miris. “Kita tidak sedang pacaran kan?” kata Jo. Sebuah senyum mengejek muncul di bibirnya.
Ed malah meninju keras pundak sahabatnya. “Kedengarannya memang aneh. Tapi gue tidak memiliki gaya lain selain berkata begitu,” pekik Ed polos.
“Entah apa yang akan lo bilang jika gue jujur sama lo,” kata Jo.
Ed terbahak. “Lo bisa tahu jawabannya setelah lo mengatakan sama gue tentang apa yang terjadi.”
“Liana sudah memiliki kekasih. Dan orang yang beruntung itu adalah...” Jo berhenti. Matanya melihat Rainy sedang melambai ke arah mereka. “...si gadis hujan sudah sudah datang. Sebaiknya kalian pergi sekarang.”
“Gue tidak suka digantung seperti ini, Jo!”
“Tuh kan! Lo udah kayak pacar gue lagi sekarang. Awas sampai Rainy tahu kalo lo suka sama gue,” ejek Jo.