Dua Sisi

Johanes Gurning
Chapter #20

Senja Tanpa Liana

Staring at the bottom of you galss

Hoping one day you’ll make a dream last

But dreams come slow and they go so fast

You see her when you close your eyes

May be one day you’ll understand why

Everything you touch surely die

(Passenger – Let Her Go)




Setelah obrolan malam itu Jo merasa tidak akan ada lagi alasan baginya untuk tetap menunggu Liana. Semua sudah jelas baginya. Sejak awal dia bisa melihat jika hatinya hanya untuk Adrian. Jo sudah berusaha untuk menerima kenyataan. Namun sekuat dia melupakan sekuat itu pula Liana selalu hadir dalam ingatannya.

Saat mereka bertemu kembali di kafe milik Adrian waktu itu, Jo sempat berpikir jika pertemuan kali ini adalah pertanda baik baginya. Namun apa yang terjadi, sebuah kenyataan yang menandakan awal dari luka harus bisa di terima oleh Jo. Liana muncul kembali bersama dengan hadirnya Adrian. Sosok yang pada akhrinya membuka mata Jo. Seseorang yang menhadirkan kenyataan jika gadis yang pernah hadir di masa lalunya itu tidak mungkin bisa bersamanya lagi.

“Apakah lo tidak tidur semalam?” tanya Ed saat melihat wajah Jo tampak kusut. Pemuda itu sedang duduk bersama Aska dan teman-temannya di halaman depan tempat pengungsian.

“Gue tidak bisa tidur,” jawab Jo.

“Sedang memikirkan sesuatu?”

“Hanya insomnia yang muncul seketika.”

Ed mengitari barisan anak kecil yang duduk rapi di samping Aska. Pemuda itu mengelus kepala mereka satu persatu hingga berakhir di kepala Aska.

“Liana akan kembali ke Jakarta hari ini,” kata Ed.

“Gue tahu.”

Aska bangkit berdiri dan berkacak pinggang. Bocah itu seperti seorang polisi yang sedang berdiri di depan sebuah kendaraan yang terkena tilang akibat tidak memiliki surat-surat lengkap.

“Ada apa, Aska?” tanya Ed kaget.

“Abang bilang jika hari ini Kak Liana akan pulang?” tanya Aska.

Ed mengangguk.

Jo garuk-garuk kepala. Dia sudah yakin jika adiknya tidak akan melepas Liana begitu saja. Aska sudah menunggu kehadirannya sejak lama dan setelah datang Liana malah pergi setelah menghabiskan tiga hari bersamanya.

“Tidak mungkin. Kak Liana sudah janji akan tinggal lebih lama di sini bersama kita,” rengeknya manja.

“Aska, Kak Liana juga harus kerja. Aska nggak mau kalau Kak Liana kena marah sama bosnya, kan?” bujuk Jo.

Aska mulai menangis. “Tapi Kak Liana sudah janji!”

Bocah itu berlari masuk ke dalam. Beberapa temannya juga ikut menyusulnya.

“Ini tidak akan mudah baginya,” ujar Jo.

“Tidak seharusnya gue membongkar hal itu di depan dia,” kata Ed merasa bersalah.

***

Ed dan Jo menemukan Aska menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Liana. Ayah dan Ibu Jo sudah berusaha untuk menenangkan Aska namun tidak berhasil. Teman-teman Aska terlihat murung seolah bisa merasakan apa yang dirasakan Aska. Wajah mereka tampak bersedih dan mulut mereka mengatup. Tidak ada yang berani bicara.

“Sayang, Kak Liana harus pulang. Kak Liana harus kerja. Aska nggak mau kalau kakak kena marah, kan?” bujuk Liana.

Semua yang melihat kejadian itu tidak ada yang membuka mulut. Mereka larut dengan tagisan bocah itu.

“Aska sayang nggak sama Kak Liana?” tanya Liana.

Aska mengangguk. Namun air matanya terus mengalir.

“Kalau Aska sayang sama Kak Liana itu artinya Aska harus merelakan Kakak pergi,” katanya memutuskan.

Liana melepaskan pelukannya. Dan Jo meraih adiknya.

Liana berpamitan kepada kedua orang tua Jo dan juga orang-orang yang kebetulan melihatnya pergi dari tempat pengungsian.

Jo berganti dengan Ed untuk menenangkan Aska. Sementara pemuda itu mengantar Liana hingga ke luar tempat pengungsian.

Liana berhenti dan menghadap Jo ketika mereka tiba di luar pengungsian.

“Maafkan aku. Tapi aku tidak akan kembali lagi. Semoga kau berhasil dengan pilihanmu dan bisa mengubah keadaan ini. Setidaknya kau harus membuat Aska bangga.”

“Pasti,” kata Jo mantap.

Gadis itu masuk ke dalam mobil tanpa menoleh ke arah Jo. Jo sudah menduga ini akan terjadi. Dan sekarang inilah yang terbaik bagi mereka. Semoga masa lalu tidak akan mengusik.

***

Saat Liana hilang dari pandangan, Jo kembali masuk dan menemukan Aska masih belum tenang. Tidak mudah baginya melepas Liana meski ini pertemuan kedua setelah beberapa tahun yang lalu. Banyak hal yang didapat bocah kecil itu dari Liana. Berkat gadis itu, Aska menyukai senja berkat penuturan Liana yang dengan hebatnya mampu membuat bocah itu mengagumi. Juga hujan, tetesan dari langit yang dikisahkan Liana hingga pada akhirnya bocah sekecil Aska mampu menyukainya.

Bagi Aska Liana lebih dari seorang kakak. Hubungan batin mereka sudah terjalin erat dari dulu. Dan itulah yang membuat Jo selalu khawatir. Jika Aska tidak bisa melepaskan Liana, mungkin cerita-cerita tentang gadis itu akan terus mengalir dan membuat Jo sulit melupakannya.

“Apakah Liana sudah pergi?” tanya Ed. Aska masih menangis dalam pelukannya.

Jo mengangguk.

“Bapak juga heran. Mengapa Aska sangat sulit untuk melepaskan Liana pergi,” kata ayah Jo.

“Mungkin saja karena dulu mereka selalu bersama, Pak,” ujar Ibu Jo.

Jo merasa iba melihat adik kecilnya itu. Karena Liana tidak akan kembali lagi. Mungkin dia datang hanya untuk memenuhi janji pada Aska. Sama seperti yang dilakukannya dengan Ed. Dan setelah ini Liana tidak akan pernah muncul lagi. Sebuah keberuntungan baginya, namun duka untuk adiknya, Aska.

Beberapa saat kemudian Aska sudah bisa diam. Mungkin dia lelah dan mulai tertidur dalam pelukan Ed. Ibunya mengambil alih anak itu kemudian membaringkannya di sampingnya.

***

Lihat selengkapnya