SORE yang sangat indah. Awan putih membentuk pola mirip dedaunan bonsai. Tak lama, berubah seperti deretan garis-garis kecil di langit. Di ufuk barat, sang raja hari mulai menghilang memberikan warna orange di sekitar gedung simetris yang mencoba menutupinya. Tak lupa, gedung simetris itu memancarkan sisi lain dari dirinya: gelap dan penuh bayang-bayang.
Suara klakson roda dua dan empat saling bersahutan depan kampus UPG, pertanda macet parah sedang terjadi. Klakson tempo tinggi itu saling bersahutan memecah kemacetan. Sahabat klakson yaitu asap knalpot, mulai menyeruak menutupi pandangan. Asap itu menjadikan jalan depan kampus UPG tempat paling berpolusi di Gowa sore ini.
Sejurus kemudian angin berembus di bahu jalan. Memotong kemacetan lalu menerbangkan dedaunan kering di belakang Fakultas Ekonomi UPG. Para ranting perkasa pohon ki hujan pun bergoyang dibelai lembut oleh si genit angin dari timur itu. Tak lupa, beberapa burung kutilang memekik keras di atas pohon ki hujan tua yang bergoyang tak tentu arah. Mereka atau burung apa saja yang ada di sana, khawatir akan kesehatan pohon tua itu.
Aku dan Fian terdiam di atas bale bambu tepat di bawah pohon ki hujan yang masih bergoyang, persis di belakang Fakultas Ekonomi UPG. Kami bingung mencari solusi untuk masalah UKT sahabat kami: Limun. Aku berbaring di atas bale bambu memandang langit kecoklatan di atasku. Berfikir dan terus berfikir, mencari solusi. Sedangkan Fian, hanya duduk merenung di sampingku.