Dua Sisi

Ali Wardani
Chapter #18

Kesadaran

BANYAK orang hidup dalam ketidaksadaran mereka. Melakukan rutinitas tanpa mempertanyakan beberapa hal sederhana yang mereka jumpai. Misalnya saja, kau tidak pernah memiliki kesadaran bahwa dibalik gedung besar megah ada ribuan buruh yang tidak diupah dengan layak, dibalik nasi pulen yang tersaji di meja makanmu terdapat rintihan petani yang kehilangan haknya, serta dibalik ikan segar yang dijajakan di pasar-pasar tradisional terdapat tangisan nelayan yang hidup rata-rata di bawah garis kemiskinan. Ataukah, pernah tidak kau memiliki kesadaran untuk bertanya mengapa sekelompok anak-anak setiap malamnya harus berlarian riang gembira di sudut-sudut lampu merah hanya untuk mendapat tanda belas kasih dari orang yang masih memiliki hati: sedekah. Potret yang memilukan ketika ribuan orang lainnya tak memiliki kesadaran bahkan hanya untuk sekedar tahu bahwa mereka itu ada.

Seperti halnya para buruh, petani, nelayan atau anak-anak jalanan tadi, mahasiswa terancam cuti adalah sisi lain yang tidak disadari keberadaanya oleh mahasiswa lain yang hanya sibuk mengejar nilai akademik tanpa pernah menjadi sebenar-benarnya manusia: mahluk sosial. Berbeda dengan segelintir mahasiswa yang kehilangan kesadaran akan rasa tanggung jawab sosial terhadap sesamanya, Limun pada suatu pagi ditemani secangkir kopi hangat mendapat hidayah untuk menjadi orang yang memiliki kesadaran. Limun menyadari bahwa bukan hanya dia yang mengalami masalah UKT tetapi juga puluhan bahkan ratusan mahasiswa UPG lainnya. Limun sadar bahwa membantu mereka adalah tanggung jawab serta alasan dia ada bersama Ruslam. Oleh karena itu, dia dan Ruslam telah mengatur rencana bertemu presiden mahasiswa (Presma) UPG untuk merundingkan solusi bagi masalah UKT mahasiswa yang kurang mampu. Melalui gerakan mereka itu, Limun dan Ruslam menjadi segelintir mahasiswa yang masih memiliki kesadaran akan rasa tanggung jawab sosial terhadap sesama mahasiswa dan yang terpenting menjadi sebenar-benarnya manusia.

*

“Bagaimana, Kak? Bisa kira-kira itu?” tanyaku kepada Kak Kassa tentang rencana kami bertemu dengan Presma UPG sembari mengedipkan mata kepada Limun yang tengah sibuk melayani tamu Warkop malam ini.

“Saya juga kurang tahu bisa atau tidak, nanti kutanyakan-ki!” kata Kak Kassa lantas menyeruput kopi miliknya yang sedari tadi sudah dingin karena asyik mengobrol dengan kami di Warkop Sari Kopi Mantap Jiwa malam ini. Aku sengaja meminta bantuan Kak Kassa untuk dibantu bertemu dengan Presma UPG karena Kak Kassa adalah teman dekatnya. Presma UPG sekarang bernama Ismail, dia adalah kawan organisasi Kak Kassa baik di lembaga intra maupun extra kampus. Selain itu, Kak Ismail ini juga merupakan teman masa kecil Kak Kassa. Keduanya‒Kak Kassa dan Kak Ismail‒sudah seperti saudara seibu. Jika bertemu mereka akan saling memukul seperti kucing bercanda. Jika makan bersama di warung mereka akan berebut siapa yang mentraktir makanannya. Bahkan, jika sedang merokok mereka tidak segan-segan mengisap satu rokok berdua. Mereka sudah seperti Spongebob dan Patrick dalam serial kartun yang sering kunonton semenjak anak-anak hingga sekarang. 


Lihat selengkapnya