PRIA berpakaian hitam dalam kerumunan demonstran itu berbalik dan menjauh pergi. Aku yang melihatnya langsung mengejar ke dalam kerumunan. “Limun, di sana! Tangkap orang yang pakai baju hitam!” teriakku sambil menunjuk ke arah kerumunan demonstran. Limun yang mendengarku tampak sedikit kebingungan. Dia mengerutkan dahi dan memandang ke arah kerumunan. Ketika Limun melihat pria berpakaian hitam yang kumaksud, tanpa perlu diberi perintah, dia dengan cekatan langsung berlari ke dalam kerumunan. Aku dan Limun berlari bersamaan di tengah kerumunan demonstran mengejar pria berpakaian hitam misterius itu.
“Ruslam! Kenapa itu orang? Kenapa mau ditangkap?”
“Sudah! Jangko[1] banyak tanya! Bantu saja kejar!”
“Oke! Siap, Bosku!”
Kami mengejar pria berpakaian hitam misterius itu mirip dua ekor cheetah yang mengejar seekor rusa betina di tanah Afrika. Hanya bedanya, aku dan Limun bergerak lamban karena kerumunan demonstran. Sama halnya dengan aku dan Limun, pria berpakaian hitam misterius itu juga bergerak lamban karena berada di tengah-tengah kerumunan. Kami seperti sedang bermain petak umpet di tengah ramainya demonstran. Aku dan limun yang jaga, pria berpakaian hitam misterius itu yang sembunyi.
Mataku tak berhenti memperhatikan pria berpakaian hitam misterius yang sedang kukejar. Aku sudah menguncinya sebagai target buruanku seperti elang kelaparan di atas langit cerah yang menjadikan seekor ayam hitam sebagai target buruannya. Seperti kebanyakan elang kelaparan di atas langit, akan tiba waktunya bagiku untuk terbang menukik dengan kecepatan tinggi menembus awan menuju ke arah buruanku lalu mencengkramnya dengan cakarku yang kuat. Setelahnya, aku hanya perlu bersantai menikmati buruanku itu. Sungguh imajinatif bukan?
Pria hitam misterius itu telah berhasil keluar dari kerumunan demonstran dan berjalan menuju gerbang keluar kampus UPG. Dia berjalan dan terus berjalan. Menyusuri jalan kecil sembari memegang topi hitamnya untuk menutupi wajah. Benar-benar misterius seperi spy dalam film-film Hollywood yang penuh teka-teki. Aku yang juga baru saja keluar dari kerumunan demonstran berjalan pelan mengikutinya dari belakang. Kuangkat tangan kananku dan mengarahkan telapak tanganku ke belakang. Limun yang berada di belakang pun tahu bahwa itu kode baginya untuk tidak ikut campur. Dia kemudian berhenti tepat di belakangku, di bawah pohon-pohon rindang yang tumbuh di sepanjang jalan kecil yang kami susuri.