LIMUN tak habis pikir mengapa Ruslam sangat terobsesi dengan seorang pria berpakaian hitam yang berada di tengah kerumunan demonstran tadi. Padahal menurutnya, pria itu tak lebih dari mahasiswa lusuh berambut panjang yang hanya ikut-ikutan demo hari ini. Limun terus memikirkannya hingga dia sampai pada kesimpulan bahwa itu tidak penting untuk dipikirkan terlalu lama. Memikirkannya hanya akan membuang-buang waktunya saja.
Limun berjalan dan menyatu dengan para demostran lainnya. Bergabung dalam riuh rendah suara minor masyarakat kampus UPG yang menginginkan keadilan untuk mereka. Berteriak-teriak mengeluarkan luapan emosi yang mereka pendam selama beberapa semester. Sedih, senang, marah, sabar, jengkel, dengki, kasih, sayang dan cinta semuanya bercampur menjadi ironi yang kemudian hancur bersama setiap kata yang mereka teriakkan. Kata-kata itu, meluap-luap memenuhi udara kampus UPG yang juga berubah menjadi coklat keabu-abuan lantaran debu tanah dan asap ban yang dibakar oleh demonstran.
Tiba-tiba, seorang demonstran memecah suasana dengan melempar sebuah botol kaca berisi bensin yang disumbat dengan kain bekas lalu dinyalakan dengan korek api. Benda yang akrab disapa dengan sebutan bom molotov itu terbang melayang seperti tendangan bebas Cristiano Ronaldo yang mengarah ke gawang yang dijaga puluhan Satkampus UPG: pintu masuk gedung rektorat. Beruntung! Limun yang melihatnya segera bertindak cepat dengan menangkap bom molotov itu mirip penjaga gawang David De Gea yang berhasil mengamankan gawangnya. Sayang, tak seperti tendangan bebas dalam pertandingan sepakbola yang terjadi hanya sekali, lemparan bom molotov itu terjadi sebanyak dua kali. Bom molotov kedua tak berhasil Limun amankan.
Bom molotov kedua terbang melewati Limun dan menghujam masuk ke dalam rektorat melewati puluhan Satkampus yang sedang kesulitan menghalau para demonstran. Rak-rak buku yang sengaja dipajang dekat pintu masuk gedung rektorat pun tersulut api bom molotov itu. Api pun dengan cepat menyebar dan membakar apa saja yang ada di dalam gedung rektorat, membuat asap hitam pekat keluar dari dalam gedung tua itu dan menyebabkan alarm kebakaran berbunyi memekakkan telinga macam ambulan yang sedang membawa pasien UGD. Tak lama, api mulai terlihat dari setiap jendela gedung, membuat kaca jendela-jendela itu pecah berantakan lantaran kalor yang diserapnya terlalu besar untuk kapasitas pemuaian. Gedung berlantai empat yang megah itu kini terlihat seperti tungku masak tua yang di dalamnya menyala api dengan suhu ratusan derajat celsius, membuatnya terlihat seperti neraka yang diturunkan Tuhan di kampus UPG.