Dua surat cahaya

ani__sie
Chapter #2

Skandal

"Bagaimana keadaan dia, Dokter?"

"Tidak ada yang perlu dihawatirkan."

"Tapi kenapa dia belum juga sadarkan diri?" lanjut Kim Je Ha hawatir.

"Dia hanya shock. Sebentar lagi dia juga pasti akan sadar."

Terang Dokter membuat Kim Je Ha bernafas lega.

"Dia pakai kosmetik apa? Kenapa wajahnya bisa bercahaya seindah itu? Dan anehnya kenapa hatiku bisa tiba-tiba merasa tenang ketika melihat wajahnya?" gumam Kim Je Ha seraya menatap intens Tsabita yang masih tak sadarkan diri di atas tempat tidurnya.

Kim Je Ha duduk di sisi tempat tidur yang Tsabita tempati. Meski sudah beberapa menit memandanginya dengan intens dia tidak merasa bosan sedikitpun. Bahkan Kim Je Ha berpikir mampu memandanginya semalaman.

Ketika tangan Kim Je Ha mulai bergerak untuk menyentuh pipinya, niatnya tiba-tiba terhenti saat kelopak mata Tsabita mulai bergerak dan secara perlahan terbuka.

Ketika Tsabita sudah benar-benar membuka mata dan mendapatkan penuh kesadarannya, Tsabita amat terkejut. Dia segera bangun dari tidurnya kemudian merangsek mundur. Melihat ada lelaki di dekatnya, bahkan sedekat itu sungguh demi apapun membuatnya sangat takut. Dadanya bergemuruh hebat. Seketika pikiran-pikiran buruk memenuhi benaknya.

"S..siapa kau? Kk..kenapa aku ada di sini?" Dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya Tsabita memberanikan diri untuk membuka suara meski tergagap.

"Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan," ucap Kim Je Ha dengan Bahasa Inggris seraya menarik tangannya kembali yang semula terulur untuk menyentuh wajah Tsabita.

Karena rasa takutnya yang teramat besar, dan dengan segala pikiran buruk yang bergelayut di kepalanya Tsabita tidak menghiraukan kalimat Kim Je Ha dan langsung menangis. Menenggelamkan kepalanya di atas lututnya, membuat Kim Je Ha sejenak tersenyum keheranan. Namun, mulai kebingungan ketika Tsabita tak kunjung berhenti dari tangisnya.

"Hei, kenapa kau menangis? Aku tidak melakukan apapun padamu."

Kalimatnya tidak dihiraukan. Tsabita Bahkan menangis semakin keras. Membuat Kim Je Ha frustasi hingga mengacak rambutnya dengan kedua tangannya.

"Hah..." Kim Je Ha menghembuskan nafas frustasinya.

"Apa kau bisa Bahasa Inggris?" Kim Je Ha berusaha tenang. Tapi tanggapan tetap tak ia dapatkan.

Dengan masa bodo dan tidak peduli mengerti atau tidak Kim Je Ha terus bicara dalam bahasa inggris. Karena hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi.

"Aku tidak melakukan apa-apa padamu. Kau mengerti?" Kim Je Ha melambatkan ucapannya, bahkan kata perkatanya. Berharap Tsabita dapat mengerti.

Tidak adanya jawaban membuat Kim Je Ha mengacak rambutnya.

"Jika seperti ini aku bisa gila," gumamnya sendiri.

"Kau tenggelam dan aku menolongmu. karena aku tidak tahu harus membawamu kemana, jadi aku membawamu kesini," lanjut Kim Je Ha frustasi.

Barulah setelah mendengar penjelasan itu Tsabita menghentikan tangisnya.

"Bb..benarkah?" lirih Tsabita dengan mengangkat kepala dari lututnya.

Mendengar itu Kim Je Ha menundukan kepala seraya menghela nafas lega.

"Ternyata kau bisa Bahasa Inggris." Sejenak dia tersenyum menyeringai.

"Padahal tadi aku sudah seperti orang bodoh," lanjutnya kemudian mengangkat kepalanya menatap Tsabita.

Tsabita masih terdiam. Mencoba mencerna dan berpikir sejenak hingga ia kembali mendapatkan ingatannya saat dia jatuh di sungai Han.

Matanya mengedar ke tubuhnya, dan saat ia sadar kepalanya tak tertutup khimar Tsabita segera menutupi kepalanya dengan selimut. Bahkan bukan hanya kepalanya saja, tapi tubuhnya juga ikut bersembunyi di balik selimut.

Kim Je Ha yang menyaksikannya merasa heran.

"S...siapa yang mengganti bajuku?" kali ini Tsabita bicara dalam Bahasa Inggris.

Kim Je Ha benar-benar merasa tak habis pikir.

"Apa itu penting saat kau hampir saja kehilangan nyawamu?"

"Ya, itu penting bagiku," dari balik selimut Tsabita menyahut.

Kim Je Ha sungguh tercengang. Dia tidak percaya ada wanita seperti itu di dunia ini.

"Pekerjaku," jawab Kim Je Ha singkat.

"Laki-laki atau perempuan?"

Mendengar pertanyaan itu Kim Je Ha kembali tersenyum menyeringai.

"Perempuan. Kau puas sekarang?!"

Tidak ada sahutan dari balik selimut.

"Sekarang berhenti bersembunyi dan buka selimutnya!"

"Aku tidak bisa membukanya."

Kalimat Tsabita lagi-lagi membuat Kim Je Ha heran.

"Kenapa?" tanya Kim Je Ha penasaran.

"Karena kepalaku tidak memakai kerudung."

"Ke-ru-dung?" ucap Kim Je Ha tidak mengerti.

"Kain yang aku gunakan di kepalaku," sahut Tsabita cepat.

Setelah mengingat kembali Kim Je Ha mengerti. Karena saat pertama kali dia melihatnya Tsabita memakai kain yang menutupi kepalanya.

"Tapi aku tidak punya benda seperti itu."

"Pinjamkan saja aku scarp. Aku bisa mengenakan itu."

Kim Je Ha lalu pergi untuk mengambilnya dan kemudian menaruhnya tepat di depan Tsabita.

"Scarpnya ada di depanmu. Sekarang kau sudah bisa membuka selimutnya."

"Bisakah kau keluar dulu?" Pinta Tsabita dari balik selimut.

"Memangnya kenapa?"

"Karena aku mau menggunakannya."

"Gunakan saja. Aku juga tidak akan mengganggumu."

"Aku tidak bisa memperlihatkan rambutku padamu."

"Memangnya kenapa? Ah sial, sudahlah. Aku benci banyak bertanya. Aku akan keluar." Setelah itu Kim Je Ha segera keluar dari kamarnya.

Secara perlahan Tsabita membuka selimutnya. Matanya mengedar ke segala penjuru. Setelah ia benar-benar merasa aman dan yakin Kim Je Ha sudah tidak ada di sana Tsabita baru membuka seluruh selimutnya dan segera menggunakan scarp di kepalanya sebagai kerudung.

Ketika Tsabita membuka pintu kamar secara perlahan, dia mendapati Kim Je Ha berada di balik pintu. Kim Je Ha berdiri membelakanginya dengan kedua tangan di masukan ke dalam saku celananya.

Dari belakang Kim Je Ha tampak proporsional dan sempurna. Tidak menampik dia juga sangat tampan persis layaknya para aktor Korea.

Astagfirullah.. Batin Tsabita berusaha menampik pikiran yang selintas muncul di benaknya saat melihat Kim Je Ha dari belakang. Ia juga memejamkan mata dan menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menghembuskan nafas pelan. Berusaha menormalkan kembali hatinya.

"Kau mau kemana?" tanya Kim Je Ha setelah ia membalikan tubuhnya saat menyadari keberadaan Tsabita di sana.

"Terima kasih atas pertolongannya. Aku akan pergi sekarang," jelas Tsabita setelah terlebih dulu menundukan kepala sebagai tanda terima kasih. Dan pasti dengan sedikit rasa gugup.

"Ini sudah malam. Tidak bisakah untuk malam ini kau menetap di sini? Lagi pula aku hawatir kondisimu belum benar-benar pulih."

"Aku merasa baik-baik saja."

"Tapi..."

"Maaf sudah merepotkan. Aku akan tetap pergi," sambar Tsabita menginterupsi ucapan Kim Je Ha.

"Baiklah jika itu maumu. Tapi aku akan mengantarmu."

"Tidak perlu," sergah Tsabita cepat dengan tangan yang reflek dia goyangkan tak tentu arah sebagai respon penolakan.

"Jika kau tidak mengijinkannya, aku tidak akan membiarkanmu pergi. Bahkan walau selangkahpun," sahut Kim Je Ha seraya melangkah ke depan hingga terpaksa membuat Tsabita mundur.

Tsabita semakin cemas dan gugup dan hanya bisa menundukkan kepanya saat dia sudah terpojok dan tidak bisa melangkah mundur karena sudah mentok di tembok, sedang Kim Je Ha terus mendekat hingga jarak mereka hanya terpaut beberapa senti saja.

Lihat selengkapnya