Kegetiran hidup yang pernah di alaminya di masa lalu membuat Ayah Kim Je Ha berubah menjadi orang yang sangat kejam. Untuk melindungi hal yang berharga di matanya ia rela melakulan apa pun.
Bahkan cara kotor dan sadis sekali pun.
Namun semua kekejaman itu tak terlihat di mata Kim Je Ha seolah dia buta. Mulutnya bungkam bagai orang bisu dan tak pernah menyinggungnya sedikit pun.
Rasa respeknya yang teramat besar terhadap Ayahnya yang sangat melindunginya di masa lalu hingga kini, membuat kekejaman Ayahnya tertutupi sempurna dari hati dan pikirannya.
Bagi Kim Je Ha, Ayahnya tetaplah sosok yang sangat ia hormati, dan dia tidak ingin mengecewakannya.
Rasa itulah yang belakangan ini membuatnya dilema.
Haruskah ia melepaskan rasa yang ada di hatinya, atau memperjuangkannya?
Dalam beberapa waktu itu Kim Je Ha memilih mengabaikan rasa itu meski bayang-bayang Tsabita terus muncul di matanya. Berharap dengan mengabaikannya akan mudah baginya untuk melepaskannya.
Selama ini dia selalu berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu semua tentang Tsabita meskipun sebenarnya dia sangat ingin untuk melakukannya sejak awal setelah pertemuan pertamanya.
Karena dia tahu betul Ayahnya akan sangat menentangnya dengan keras karena Tsabita seorang muslim. Karena bagi Ayahnya Islam sama dengan teroris. Hanya itu yang ada di benak Ayahnya tentang Islam.
Namun, kini masalahnya berbeda. Meskipun tetap ada, tapi bukan lagi rasa cintanya yang mendominasi melainkan keingintahuannya tentang segala tanya yang ada di benaknya yang menyangkut buku pemberian dari Tsabita.
Sebuah buku yang di dalamnya ada hal yang mirip seperti di mimpinya.
Sebuah buku yang saat dia baca memberinya ketenangan jiwa.
Sebuah buku yang saat dia baca mampu mengisi kekosongan dan kehampaan hatinya yang selama ini dia rasakan meski dia bergelimang harta, selalu bersenang-senang, dan mendapatkan semua yang dia inginkan.
Saat ini rasa itulah yang mendominasi hati Kim Je Ha.
Dia tidak ingin melibatkan sekretarisnya. Dia ingin mencari tahunya sendiri.
Setelah tahu ternyata Tsabita adalah seorang desainer terkenal, mudah baginya untuk mencari tahu tentang orang yang sejak awal sudah membuatnya jatuh cinta itu.
Di kantornya Kim Je Ha duduk dengan laptop yang menyala di depannya. Tangannya mulai bergerak mengetik sebuah nama di kolom pencarian. Setelah hasil pencarian muncul, matanya begitu fokus menatap layar.
Begitu banyak judul artikel di sana. Jarinya terus menscroll ke bawah.
Sebuah artikel yang memberi tahukan nama akun IG yang dicarinya membuatnya menghentikan sejenak jarinya, lalu dengan cepat tanpa berpikir panjang segera mengkliknya hingga dengan cepat terhubung ke akun tersebut.
Atika Fithriya Tsabita, itulah nama akun instagram itu.
Ketika ia tengah melihat-lihat, tanpa ia sadari senyum mengembang di bibirnya.
"Dia, selalu saja terlihat cantik dan anggun," gumam Kim Je Ha lirih saat melihat foto Tsabita yang tanpa make up tengah tersenyum seraya menunjukan desain bajunya yang terlukis di secarik kertas.
Setelah itu jarinya kembali bergerak. Namun baru beberapa detik, tiba-tiba saja jarinya kembali terhenti dengan tatapan mata yang untuk beberapa saat tidak berkedip karena begitu fokus melihat gambar yang ada di sana. Gambar sebuah buku yang sama seperti yang Tsabita berikan padanya.
Seketika rasa penasaran membuncah di hatinya. Kim Je Ha segera mengklik slide itu yang merupakan sebuah video. Saat slide terbuka suara asing dengan cepat menyapa indera pendengarannya. Suara dengan bahasa yang baru pertama kali dia dengar.
Namun, meski baru pertama kali mendengarnya, suara yang berbentuk alunan itu terdengar sangat harmoni dan indah. Dan yang paling ajaibnya membuat hatinya sejuk, tenang dan damai yang sebelumnya belum pernah ia rasakan.
Kening Kim Je Ha berkerut. Sorot matanya seolah menyiratkan jika ia tengah berpikir.
"Apa ini semacam musik, dan buku yang ku baca itu semacam liriknya?" gumam Kim Je Ha ragu mencoba menebak.
Kim Je Ha tidak tahu bahwa ternyata buku itu adalah Al-Qur'an, kitab suci umat Islam dan suara yang didengarnya itu merupakan surat Ad-Dhuhaa, salah satu surah yang ada di sana.
Rasa penasaran itu semakin menggebu di hatinya. Sesuai tujuan awalnya, ia pun segera mengontak Tsabita di akun istagramnya.
"Ini aku, Kim Je Ha. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu. Jika kau membaca pesan ini segera hubungi aku. Ini sangat penting!" Bunyi DM Kim Je Ha seraya meninggalkan nomor telpon di bawah kalimatnya.
***
Tsabita yang saat itu kebetulan tengah memegang handponenya dan online menerima notip itu dan segera membukanya.
"Dia? Apa yang sebenarnya dia lakukan? Maaf, aku tidak ingin bermain-main," gumam Tsabita pelan saat membaca DM dari Kim Je Ha.
Tsabita mengabaikan pesan itu, lalu kemudian satu tangannya menyentuh permukaan dadanya. Dia merasakan getaran yang tidak normal pada detak jantungnya.
"Aku harus melupakan dia. Tsabita, kamu harus melupakannya! Dia dan dirimu sangatlah berbeda," lanjut Tsabita kemudian seraya memejamkan matanya.
Ya Allah, lindungi hamba dari sebuah rasa yang akan menjauhkan aku dari-Mu. Batinnya kemudian meminta.
***
Kim Je Ha terus menatap layar laptopnya, berharap balasan akan muncul di sana.
Namun penantiannya sia-sia, karena meski sudah berlalu berjam-jam setelah pengiriman pesan itu, tetap saja balasan tak kunjung ia terima.
Walau kecewa tapi Kim Je Ha dapat mema'luminya. Dia berpikir mungkin saja Tsabita sangat sibuk hari ini.
Kim Je Ha masih tetap menanti. Bahkan saat waktu telah berganti menjadi malam.
Dia terus berjalan mondar-mandir dengan rasa gelisah di dekat tempat tidurnya seraya menggenggam handponenya di tangan, berharap Tsabita akan segera menghubunginya. Karena dia pikir ini sudah malam dan Tsabita pasti sudah terlepas dari segala aktifitasnya.
Satu jam...
Dua jam...
Tetap tak ada panggilan dari Tsabita di telponnya. Sedang saat ini waktu sudah menunjukkan pukul satu malam waktu Seoul sedang di Indonesia khususnya di Jakarta pasti pukul sebelas malam.
Ketika waktu telah berganti dengan sinar mentari yang menghangatkan menyapa, Kim Je Ha yang terbangun dari tidurnya buru-buru memeriksa hpnya.
Mendapati kenyataan tak ada balasan DM atau pun panggilan masuk di hpnya, Kim Je Ha hanya bisa menghela nafas kecewa seraya menundukkan kepalanya lemah.
Setelah beberapa lama terdiam sambil tertunduk, Kim Je Ha kemudian mengangkat kepalanya lalu menampakkan senyum miringnya.
"Kau sengaja mengabaikanku, kan? Baiklah, kalau begitu aku yang akan melangkah dan membuatmu terkejut, bahkan sampai tidak bisa berkata-kata. Tetap diam dan tunggu saja," ujar Kim Je Ha dengan seringaian yang semakin tampak jelas di wajahnya.
***
Pesawat mengudara di angkasa luas. Melintasi gumpalan demi gumpalan awan putih yang menghiasi langit biru.
Hari ini cuaca Jakarta terbilang cerah dengan suhu normal dan tidak terlalu terik.
Nadhira yang baru saja keluar dari pintu gerbang rumah Tsabita terkejut bukan main hingga matanya terbelalak dengan mulut menganga. Tubuhnya beberapa saat terdiam tak bergerak sedikit pun bagaikan patung.
"Le...lee.. min hoo?" ucap Nadhira lirih dengan suara tergagap dan mata tidak berkedip sedikit pun.
"Kk..kau."
Belum hilang keterkejutan yang di rasakan Nadhira, kini Tsabita pun yang berada di belakangnya yang baru saja keluar dari pintu gerbang ikut terkejut.
Melihat sosok Tsabita seketika membuat Kim Je Ha mengembangkan senyumnya yang super manis. Matanya yang sipit semakin terlihat kecil karena senyum yang dikembangkan bibirnya. Namun, tak menutupi sorot kemenangan di matanya karena telah berhasil membuat Tsabita terkejut hingga mematung.
"I..itu benar-benar Lee min ho, bukan?" tanya Nadhira setelah lebih dulu beranjak menghampiri Tsabita di belakangnya.
Nadhira belum sepenuhnya percaya dengan apa yang dilihatnya.