"Apa setelah keislamannya Kim Je Ha sering menghubungimu?" tanya Fikri saat bersama Tsabita di sebuah kafe.
Tsabita menggeleng setelah menyedot minumannya.
"Jujur, aku masih kecewa saat mengetahui ternyata kau menyembunyikan insiden itu dariku. Ku pikir kau benar-benar menganggapku sahabatmu." Raut kecewa jelas tampak di wajahnya saat Fikri mengatakan kalimat itu.
"Maaf, aku sungguh minta maaf," ujar Tsabita sangat menyesal.
"Tapi harus kau tahu, saat aku tidak memberi tahumu, bukan berati aku tidak menganggapmu sebagai sahabatku," lanjutnya. Setelah itu jeda beberapa saat.
"Kata-kata macam apa itu? Kita sudah bersahabat sejak SMA, mana mungkin aku tidak menganggapmu. Aku sungguh hanya tidak ingin membuatmu hawatir. Sungguh!" Tulus Tsabita menjelaskan dengan kesedihan yang menyeruak di hati hingga tampak di wajahnya, dan Fikri melihat itu.
Dalam hati Fikri merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia harus berkata seperti itu dan pada akhirnya membuat sedih hati Tsabita.
"Maaf, karena aku telah berkata seperti itu," ucap Fikri seraya melirik ke arah Tsabita yang tengah tertunduk.
Fikri menghela nafas pelan. Dia sungguh amat menyesal.
"Baiklah, ayo kita lupakan itu dan nikmati saja kuenya!" lanjut Fikri mencoba mengalihkan pembicaraan. Berusaha menghilangkan suasana tidak enak yang tanpa di sengaja telah tercipta. Walau pada akhirnya usahanya tidak seperti yang diharapkannya. Suasana tetap terasa canggung. Tsabita memilih diam seraya sedikit demi sedikit memakan kuenya.
Namun ketika suasana hening tercipta di antara Tsabita dan Fikri yang satu sama lain hanya fokus pada kue mereka, tiba-tiba saja seorang lelaki yang tidak tahu datang dari mana, dan ditaksir seumuran dengan Fikri sudah ada di depan meja mereka lalu memecah keheningan itu.
"Maaf, apa kau Tsabita desainer itu?" tanya seorang lelaki yang spontan membuat Tsabita menoleh ke arahnya.
"Oh, i..itu benar," jawab Tsabita dengan ekspresi yang masih tampak terkejut sebelum akhirnya mengembangkan senyumnya.
"Aku adalah salah satu penggemarmu," lanjut lelaki itu.
"Terimakasih," sambung Tsabita kemudian.
Fikri yang menyaksikannya hanya diam seraya melihat ke arah lelaki itu yang tengah mengarahkan pandangannya pada Tsabita.
Fikri hanya bisa menahan sesak di dadanya. Belum hilang kehawatirannya tentang keberadaan Kim Je Ha yang tiba-tiba hadir di kehidupan Tsabita, kini lelaki itu pun menambah rasa itu. Rasa yang ia sadari berlebihan, namun tetap ada dan harus ia akui karena rasa cintanya pada Tsabita.
"Bolehkah aku minta tanda tanganmu?" Lelaki itu berucap seraya menyodorkan sebuah buku kecil lengkap dengan bolpoinnya di hadapan Tsabita.
Tsabita tersenyum seraya sedikit mengangguk, lalu segera membubuhkan tanda tangannya di buku itu dan memberikannya kembali pada lelaki itu.
Seteleh menerima bukunya, lelaki itu kemudian meminta sesuatu pada Tsabita yang seketika saja membuat Fikri bereaksi geram.
"Bolehkah aku berjabat tangan denganmu?" Lelaki itu mengulurkan tangannya, namun dengan cepat Fikri menepis tangan itu setelah ia beranjak dari duduknya dan berdiri.