"Aku gak ikutlah, Mas. Aku di rumah aja sama anak-anak," ujar Mbak Nila kepada suaminya.
"Oh ya sudah, kamu baik-baik di rumah, ya, selama aku pergi."
Mas Deni memberi perhatian pada sang istri. Sebenarnya Mas Deni sangat berat hati untuk pergi ke Mojokerto dan meninggalkan anak serta istrinya, tapi apalah daya semua hal ini harus ia lakoni, sebab ia tidak mau usahanya menjadi bangkrut.
"Kalau begitu, Mas pamit dulu, ya, Dek." Mas Deni berpamitan terlebih dahulu kepada Mbak Nila.
Mendengar ucapan suaminya, Mbak Nila bergegas menghampiri suaminya untuk mencium tangan dan memeluk tubuhnya.
"Hati-hati di jalan, yo, Mas," ucap Mbak Nila sebelum suaminya pergi.
"Iya, Dek. Ya sudah Mas berangkat dulu, ya," ucap Mas Deni sekali lagi, sambil mengusap rambut istrinya.
"Iya, Mas." Mbak Nila melepas suaminya dengan berat hati.
Setelah Mas Deni pergi, Mbak Nila menutup pintu warung makannya, sebelum pulang ia ingin merapikan dan membersihkan barang-barang di warung makan tersebut.
Tok ... tok ... tok.
Ketika Mbak Nila sibuk bersih-bersih, suara ketukan pintu terdengar. Ia pun bergegas melihat ke jendela warung yang terbuat dari kaca, ia penasaran dengan seseorang yang mengetuk pintu warungnya.
Setelah dilihat dari kaca jendela, ia tidak menemukan siapa pun di depan pintu warungnya. Mungkinkah tadi ia cuma salah dengar?
Mengabaikan ketukan pintu tadi, ia pun kembali fokus dengan pekerjaannya membersihan perabotan yang ada di warung makan, tapi suara ketukan pintu itu kembali terdengar.
Tok ... tok ... tok.