'Satu minggu papa pergi, pergi untuk urusan bisnis seperti yang bi Jumi katakan, tapi sebenarnya bukan untuk itu papa pergi. Satu minggu kemudian saat kepulangannya, papa membawa seorang wanita dan gadis seumuran denganku, aku terkejut tentunya. Papa ternyata pergi untuk menikah dengan wanita itu tanpa memberitahu ku, dan sekarang kami punya dua anggota keluarga baru'
_Serena Laviona Rahardian_
🌻 Happy reading 🌻
Semua orang tengah berkumpul di ruang keluarga, Serena, Seno, Anira dan Stella.
Situasi cukup canggung, hanya Seno yang nampak biasa saja. Pria itu dengan lembut mengelus surai hitam panjang Stella, sedangkan disisi lain Serena hanya diam. Dia yang adalah putri kandungnya saja tak pernah mendapatkan belaian lembut kasih sayang dari Seno, tapi Stella yang hanya putri tiri, mendapatkannya dengan mudah.
"Mulai sekarang, mama Anira akan menjadi mama mu dan Stella akan menjadi adikmu, dia satu tahun lebih muda darimu. Jadi perlakukan dia dengan baik" ucap Seno dengan ketusnya pada Serena,
"Iya pa..." Serena menjawab dengan pelan, dalam matanya Serena nampak iri melihat Stella yang mendapatkan kasih sayang ayahnya, yang selama ini tak pernah ia dapatkan.
"Serena ya," Anira memanggilnya dengan suara yang sangat lembut, wanita itu juga tersenyum hangat padanya membuat hati Serena berkedut merasakan sesuatu yang aneh, "mulai sekarang panggil saya mama, ya" ucapnya dengan nada suara yang keibuan.
Rasanya sulit, asing dan aneh. Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika dirinya akan memanggil wanita lain dengan sebutan 'mama', sedangkan dirinya tak pernah tepatnya tak sempat menggunakan panggilan itu pada ibu kandungnya sendiri yang wafat saat melahirkannya.
Serena tak menggubris perkataan Anira, gadis itu beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke kamarnya.
Dengan perasaan yang tak menentu, dengan hati yang terus saja terasa gelisah, Serena duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk.
Hanya dalam satu hari, semuanya berubah. Terasa sulit baginya menerima kehadiran Anira dan Stella, apalagi secara tiba-tiba kedua orang itu menjadi bagian dari keluarganya.
Dengan malas Serena merebahkan tubuhnya, ia menghela nafas berat memikirkan kembali semua hal yang baru saja terjadi.
"Ma... aku tidak ingin memanggil orang lain seperti aku memanggilmu mama" gumamnya lirih, saat ia tengah termenung dalam lamunannya, suara ketukan pintu mengambil alih perhatiannya.