'Rasa sakitnya menembus sampai ke tulang, remuk hati sampai tak bisa ku berkata lagi. Pa, sekali hanya sekali... Aku juga ingin dipeluk seperti papa memeluk Stella, aku ingin disayang seperti papa menyayangi putri tiri papa itu. Dan sekali saja untuk seumur hidupku, akui aku sebagai putrimu'
_Serena Laviona Rahardian_
π»πΆπ»
Sehari kemarin semua hal berjalan baik-baik saja, tak ada hal lain selain kesenangan yang dilewati bersama Aksa, menuai senyum dari kilas bahagia singkatnya.
Dan hari ini, semuanya kembali pada kenyataan yang sesungguhnya, dimana Serena menjadi pemandangan diujung mata yang sama sekali tak dianggap keberadaannya. Gadis itu berdiri diambang pintu menyaksikan momen-momen bahagia papanya dengan istri baru dan putri tirinya yang sedang menghabiskan waktu bersama di ruang keluarga, lagi dan lagi rasa cemburu menjalar di dalam hatinya, ingin sekali ia merasakan rasanya berada di posisi Stella. Merasakan hangatnya pelukan sang ayah dan bahagianya mendapatkan kasih sayang itu, kembali ke realita yang ada, itu hanya angan-angan kosong yang akan abadi dalam khayalannya sendiri.
Bi Jumi berjalan keluar dari dapur dengan secangkir kopi di tangannya, sepertinya kopi itu untuk Seno karena hanya ayahnya saja yang minum kopi. Terbersit dalam benak Serena untuk membawakan kopi itu sendiri pada ayahnya, karena mungkin saja akan sedikit mendapatkan perhatian dari pria itu.
"Bi, biar Eren aja yang bawain kopinya buat papa" ucap Serena dengan senyum riang dan wajah penuh harapan, Bi Jumi sendiri tanpa pikir panjang menyerahkan gelas berisi kopi panas itu pada Serena.
"Hati-hati non, masih panas" ujar Bi Jumi yang dengan hati-hati menyerahkan cangkir kopi itu pada Serena.
Serena menghela nafas panjang sebelum mengambil langkah masuk ke ruang keluarga, dengan penuh kelembutan dan kehati-hatian ia menyerahkan cangkir kopi itu pada Seno "pa ini kopinya" ucap Serena dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya, Senyum dibibir Seno berganti dengan ekspresi dingin dan datar saat melihat Serena.
Pandangannya bergantian beralih pada Serena dan secangkir kopi yang disodorkan gadis itu padanya, lama Serena menunggu agar Seno mengambil cangkir kopi itu dari tangannya sampai tatapan mata mereka bertemu pandang dengan tatapan mata Seno yang dinginnya seakan-akan bisa membekukan ruangan.
Anira melihat suasana yang terasa membeku dengan ketegangan itu, dengan niat ingin meraih cangkir kopi dari tangan Serena, kejadian tak terduga malah terjadi. Karena Tremor saat mengambil cangkir berisi kopi panas itu, kopinya malah tumpah dan mengenai tangan Serena dan berkas-berkas penting diatas meja yang tidak lain adalah milik Seno yang akan digunakan pada rapat nanti.