Duka yang Belum Sembuh

Ira Karunia
Chapter #3

Pernikahan

Setiap kali menghadiri pernikahan, aku akan memberikan tepuk tangan yang paling meriah ketika kedua mempelai telah sah menjadi pasangan suami-istri. Aku akan berdiri, mengahuturkan rasa hormat, dan berbahagia bersama pasangan baru itu. Akan tetapi, jauh dalam lubuk hati, aku terus bertanya "mengapa seseorang memutuskan untuk menikah? Apa tujuan pernikahan sesungguhnya? Mengapa mereka mengambil langkah yang sangat berani untuk hidup berpasangan seumur hidup?" Membayangkan seluruh kemungkinan jawaban yang mungkin aku dapatkan saja membuatku merinding. Aku bukannya tidak menyukai pernikahan, hanya saja aku tidak menemukan jawaban yang tepat dan kepercayaan diri yang kuat untuk memutuskan menikah.

Hari ini adalah pernikahan Sarah dan Daniel. Kami terus tersenyum dan berbahagia sepanjang acara. Aku melihat wajah bahagia di Sarah dan Daniel. Mereka memang penuh cinta dan saling melengkapi. Setelah perjalanan panjang dengan berpacaran selama empat tahun, Sarah dan Daniel memutuskan hal yang lebih besar bagi cinta mereka, yaitu Pernikahan. Konsep pernikahan Sarah dan Daniel adalah konsep wedding intimate. Keduanya yang introvert, memilih untuk mengundang kerabat, berberapa kolega, keluarga, dan sahabat tentunya. Tidak lebih dari 150 undangan yang hadir. Dalam resepsi, sebelum fine dining, aku membacakan pidato persahabatan bagi Sarah dan Daniel. Inilah yang aku katakan pada keduanya:

Aku sudah mengenal Sarah hampir 20 tahun lamanya. Kami tumbuh sebagai remaja dan beranjak dewasa bersama. Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagi Sarah untuk melepaskan status single menjadi pasangan bagi Daniel. Kembali ke masa SMA, aku dan Sarah sudah duduk sebangku dan sangat akrab. Kami pernah saling menuliskan Wishlist kehidupan dan kemudian kami tukarkan. Aku ingat, Sarah ingin sekali menikah di usia 25 tahun, walau telat lima tahun dari keinginannya, tapi aku bisa bayangkan ini merupakan Pernikahan impiannya. Sarah mengalami gelombang hidup yang luar biasa dan ia bertahan dari semua itu. Kehadiran Daniel memberikan kekuatan bagi Sarah untuk bisa memutuskan Pernikahan pada hari ini.

Ada satu kutipan buku yang mungkin tidak terlalu populer, tapi isi buku tersebut sangat menyentuh. Dalam buku itu tertulis bahwa "manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk memilih". Hari ini Sarah membuktikan bahwa kutipan buku tersebut tepat. Sarah menetepkan pilihannya pada Daniel. Sarah memilih Daniel untuk berjalan beriringan dalam keadaan apapun kedepannya.

Aku memiliki pesan yang sekiranya bisa diingat oleh pasangan baru ini. Konon katanya, jika ada tumbuhan yang kita tanam belum juga berbuah ataupun berbunga, maka kita harus memotongnya sedikit sehingga ia bisa memberikan ruang untuk pucuk yang baru tumbuh. Aku rasa ini akan sama dengan kehidupan pernikahan. Ketika mengalami masa berat, cobalah untuk membuang ego, menyingkirkan gengsi, dan berbicaralah baik-baik, sehingga cinta dalam diri kalian tetap bisa bertumbuh dengan baik. Bertumbuh semakin besar dan besar, menghasilkan cinta yang sempurna untuk pernikahan.

Untuk pernikahan Sahabatku, Sarah dan pasangannya, Daniel. Mari kita angkat bersama minuman kita, Selamat berbahagia sahabat. Kapanpun dan dimanapun aku akan selalu menyertai kalian sebagai sahabat. Cheers!!!

Kami bersama mengangkat gelas, saling memberikan toast, dan minum bersama. Sarah dan Merry tidak kuasa menahan air mata bahagia ketika aku memberikan speech. Aku kembali ke kursi dan kami melanjutkan makan malam. Seluruh tamu yang hadir dalam pernikahan sangat berbahagia untuk Sarah dan Daniel. Ketika dansa dimulai, aku menepi dengan botol beer digenggamanku. Erlando datang mendekatiku.

"Your speech was GREAT!" pujinya. Aku tersenyum.

"Aku adalah penulis. Jadi, aku bisa membuat kata-kata terdengar sangat baik dan romantis," ujarku.

"Oh yaa? New fact about you! Aku suka saat kamu menyebutkan tentang tumbuhan yang harus tersakiti lalu kemudian subur kembali,"

"Kamu paham artinya?"

"Iya... Kamu jelasin 'kan tadi?"

"You got it wrong!"

"Salah? Kamu bilang bahwa manusia harus tersakiti dulu biar cinta bisa kembali mekar, begitu kan?"

"Jangan pernah.... Jangan pernah sekalipun memisahkan cinta dan kematian. Keduanya berjalan beriringan. Ketika kamu mencintai, kamu siap kehilangan. Eros dan Thanatos atau dikenal pula dengan Dewa Cinta dan Dewa Kematian. Keduanya memang berlawanan, tapi secara tidak langsung berjalan beriringan. Ketika seorang ibu melahirkan anak yang disimbolkan sebagai cinta, ia mempertaruhkan nyawanya di atas ranjang dan meja operasi. Aku rasa itu bukti konkrit dari cinta dan kematian. Ini adalah hal yang tidak akan pernah bisa dipilih oleh manusia, kematian. Manusia bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh cinta, tapi ia tidak akan pernah bisa memilih tanggal kematiannya. Hanya setipis itu garis yang membedakan antara cinta dan kematian. Sisanya, keduanya selalu berjalan beriringan," jelasku pada Erlando. Ia terpukau mendengar penjelasanku.

"Tapi, apa yang kamu sampaikan dalam speech tersebut sangatlah manis. Berbeda dari apa yang kamu utarakan saat ini,"

"Aku tidak akan merusak hari bahagia sahabatku dengan pemikiranku yang tragis soal cinta,"

"Kamu sepertinya pernah terluka atau patah hati karena cinta," tebak Erlando.

"Bisa dikatakan begitu," jawabku singkat dan menegguk habis beer.

"Apa itu bikin kamu trauma?"

"Not at all. Hm, ayo kita normalisasikan untuk tidak mudah menggunakan kata 'trauma'. Kata tersebut memiliki arti yang dalam. Apa yang aku alami sepertinya bukanlah trauma. Aku hanya memberi jeda terhadap kehidupan cintaku,"

"Okeee... Lalu, bagaimana pendapatmu dengan penikahan?"

"Good. Pernikahan adalah cara tepat bagi mereka untuk menujukkan eksistensi cintanya, kan?"

"Your personal opinion, please,"

Lihat selengkapnya