Persahabatanku bersama Satria, Sarah, Merry, dan Danny berawal sejak kami sama-sama menjadi mahasiswa. Kala itu, aku sudah jauh lama mengenal Satria, karena kami tumbuh dan besar bersama. Walaupun kammi tumbuh bersama, Satria dan aku memiliki gap usia dua tahun. Satria lebih tua dua tahun diatasku. Ketika Satria mulai masuk SMP, ia dan keluarganya pindah ke Jakarta. Aku yang masih kelas 5 SD sangat sedih kehilangan teman bermainku.
Saat masuk SMA, aku mengenal Sarah dan Merry. Keduanya kemudian menjadi sahabat baikku yang tidak pernah tergantikan hingga saat ini. Selama masa SMA, aku, Sarah, dan Merry mengalami banyak kenangan bersama, mulai dari kepergok jajan di kantin saat jam pelajaran, dihukum kepala sekolah, dan bolos bersama. Bahkan ketika hendak mendaftar untuk kuliah, kami sengaja memilih kota yang sama, walau Universitas yang kami pilih tidak sama. Sarah dan Merry memilih jurusan management business, sementara aku memilih jurusan sastra Inggris. Walaupun kami berbeda dalam urusan pilihan universitas hingga studi, yang paling penting adalah, kami tinggal di satu kos dan satu kota pula.
Awalnya, aku tidak mengetahui jika Satria ternyata juga kuliah di kota yang sama denganku. Kami tidak sengaja bertemu saat ada acara di kampus Satria. Satria mengambil jurusan arsitektur yang juga satu kampus dan satu kos pula dengan Danny. Bisa dibilang, karena Satria, aku dan Danny bisa berpacaran saat itu. Setidaknya, kami menghabiskan waktu tiga tahun lamanya untuk berpacaran. Aku menemani Danny hingga ia lulus kuliah. Ketika Danny pindah ke Jakarta untuk memulai karir, kami pun berpisah begitu saja.
Danny, adalah pacar pertamaku. Usia menuju 20 tahun telahku habiskan bersama Danny. Banyak kenangan, kesenangan, dan kesedihan yang kami bagi bersama. Setelah memutuskan untuk berpisah, aku dan Danny masih berhubungan sebagai teman, lalu semakin akrab menjadi sahabat. Kemanapun dan dimanapun aku membutuhkan Danny, ia akan datang tepat pada waktunya untukku. Hubunganku dan Danny memang lebih spesial dibandingkan persahabatan lainnya, karena pasang surut hubungan percintaan, kami bisa bersahabat sangat dekat seperti saat ini.
Mengingat banyak hal yang telah aku lalui bersama sahabat-sahabatku terkadang membuatku merasa sangat cukup. Aku merasa terhormat menjadi bagian dari kehidupan sahabat-sahabatku. Aku menjadi bagian dari momen bahagia, seperti yang Sarah alami, juga menjadi bagian dari banyak momen lainnya. Hari ini, aku sudah bersiap untuk kembali lagi ke Yogyakarta. Aku terlalu lama pergi, dan terlalu nyaman untuk berada di Jakarta. Aku mengemasi barang-barangku sambil terus memutar memori indah bersama sahabat-sahabatku.
Tok... Tok... Erlando mengetuk pintu kamar. Aku menoleh ke pintu kamar yang memang kubiarkan terbuka sedari tadi.
"Kenapa?" tanyaku pada Erlando yang berdiri di depan pintu kamar.
"Makan siang?" tanyanya.
"Hm... Oke masih bisa. Jangan balik sore banget ya, soalnya hari ini aku balik. Kamu bisa mengambil kembali kamar ini," ujarku.
"Pulang hari ini?" tanyanya.
"Iya.... Sebentar aku ambil tas dulu, dan kita pergi," ujarku mengambil tas yang bergantung dibelakang pintu. Kami pergi meninggalkan apartment.
"Kenapa kamu cepat banget baliknya?"